REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar Munas Ancol, Agun Gunandjar Sudarsa menilai laporan kubu Munas Bali ke Bareskrim Mabes Polri akan ditolak. Sebab, hal tersebut tidak masuk dalam delik pidana murni.
Agun menilai, bukti yang disodorkan oleh kubu Munas Bali ke Bareskrim Mabes Polri merupakan data yang sebenarnya sudah diperiksa oleh Mahkamah Partai Golkar (MPG). Lagipula, menurut Agun, persoalan kepartaian merupakan hak berpolitik, hak berbicara dan hak bersuara. Hak tersebut tidak bisa diganggu gugat oleh pihak Kepolisian.
Politisi Partai berlambang pohon beringin ini mengatakan, fakta dan kesaksian dari kedua buku sudah mengacu pada AD/ART partai. Semua hak dalam partai diatur dalam AD/ART Partai itu sendiri. Agun menyebut, jika persoalan tersebut hendak dibawa ke ranah hukum formal, tentu tidak bisa diadili. Sebab, tidak ada acuan pasti di dalam KUHAP dan KUHP maupun perdata.
"Setiap Parpol pasti ada AD/ART-nya sendiri-sendiri, jadi tidak bisa kemudian dipukul rata dengan pasal tertentu di hukum formal, apalagi, kesaksian dan fakta sudah diperiksa oleh Mahkamah Partai," ujar Agun saat dihubungi Republika, Rabu (11/3).
Agun menjelaskan, secara kepersertaan DPD misalnya adalah unsur atau wakil dari DPD tersebut, tidak selalu harus ketua dan wakil. Berbeda dengan DPP dimana semua pengurusnya adalah peserta sidang Mahkamah Partai, namuan suarasnaya sama dengan DPD yakni satu suara. Agun menilai, disini titik masalahnya mengapa DPP tidak kompak, karena DPP bersifat kolektif.
"DPP pecah suara, sehingga terkesan ada oligarki," ujar Agun.