REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Muhammad Azhar menilai ada tiga hal yang bisa dilakukan Partai Golkar untuk menyelesaikan konflik internal partai.
Pertama, kedua kubu, baik kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie (Ical) saling menurunkan ego dan mengadakan islah. Jika duduk bersama tak bisa ditempuh maka keduanya lebih baik mundur saja dari kursi ketua umum partai Golkar.
Pengunduran diri akan lebih baik dan melegakan kader di daerah. Sebab, perseteruan kedua belah pihak yang tak kunjung meredam malah membuat kader di bawah yang terkena imbasnya.
Kedua, dosen pascasarjana ini menilai, karena putusan Menteri Hukum dan HAM sudah menjadi landasan hukum, maka secara politik hukum kubu Agung saat ini lebih kuat. Sebagai kubu yang kuat, jika hendak mempertahankan martabat partai, maka Agung Laksono harus menggaet Aburizal Bakrie dalam kepengurusan.
"Agar Ical tak hilang muka, bisa kan diakomodasi menjadi ketua kehormatan misalnya, karena saat ini kita butuh partai yang sehat," ujar Azhar saat dihubungi Republika, Kamis (12/3).
Ketiga, untuk mencegah terjadinya perselisihan tajam seperti ini, Golkar kedepan harus merubah kultur pemilihan ketua. Kedepan, Golkar harus mencari kader muda yang lebih netral sehingga lebih mengusung kepentingan partai ketimbang adanya ego sektoral di dalam partai.
Azhar menilai, harusnya saat ini Ical kembali melihat diri dari sejarah politik yang ada, Azhar menyebut, Ical sudah ditolak oleh zaman, sebab dari mulai pencalonannya sebagai Calon Presiden saja, Ical sudah tidak diterima oleh publik. Ketika beberapa kali mendukung salah satu calon presiden, Ical tidak bisa mendapat kepercayaan dari rakyat.
"ARB harusnya tau diri untuk menghilangkan egoisme individual dan jangan mengorbankan kelembagaan golkar," ujar Azhar.