REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah berpendapat perbedaan nilai belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat merupakan kesalahan eksekutif dan legislatif sebab sama-sama tidak membahas rancangannya secara mendalam.
"Ini merupakan kesalahan bersama antara Pemprov dan DPRD saat pembahasan itu," kata Saefullah di Gedung DPRD Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).
Saefullah mengatakan kesalahan tersebut terjadi karena saat pembahasan itu baik legislatif maupun eksekutif tidak melakukan pembahasan secara mendalam namun hanya normatif sehingga akhirnya ditolak oleh Kemendagri.
"Saat pembahasan itu hanya bersifat normatif dan tidak ada pembahasan bagi tiap program sehingga hasilnya pun berupa data gelondongan harusnya bahas sampai detail kegiatan. Misalnya ada kegiatan laboratorium apa ini prioritas, sesuai apa tidak, mustinya sampai ke situ," katanya.
Di lain pihak DPRD mengungkapkan Pemprov memang memberikan data yang isinya belum mendetail sehingga pembahasan pada program hanya tersentuh sedikit karena dewan tidak mengetahui apa saja yang ingin dijalankan lembaga eksekutif tersebut.
"Dalam draf yang disampaikan pada kami juga tidak mendetail sehingga sulit membahasnya karena kami tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Pemprov ke depannya," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Sanusi.
Tim angket lainnya mencurigai ada perintah agar SKPD dengan menggunakan sistem e-budgeting memasukan programnya ke draf APBD sebelum dibahas dan hasil pembahasan dengan dewan hanya sebagai syarat saja.
"Saya menarik kesimpulan dengan sadar Pemprov mengirim draf hasil e-budgeting SKPD ke Kemendagri, sedangkan hasil pembahasan hanya syarat saja. Jadi jelas siapa yang melakukan input-input tambahan," kata Legialator dari Fraksi PKS Rois Handaya.
Sementara itu Saefullah berujar bahwa setelah melakukan input oleh SKPD, draf tersebut yang dibahas dengan DPRD. Lebih lanjut dia juga mengatakan sistem e-budgeting tersebut sudah disempurnakan dan akan terlihat ID-nya siapa yg menginput.
"Kita ini ada sekitar 13.000 lebih kegiatan. SKPD wajib mengisi e-component, misalnya pembinaan guru dengan jumlah Rp200 juta, Itu untuk apa saja, akan ada efisiensi atau tidak dan pada saat selesai terjadi efisiensi Rp4,3 triliun," ujarnya.