REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi-fraksi partai politik di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) berencana akan mengajukan hak angket kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly. Hal itu setelah Yasonna mengesahkan Golkar versi Munas Ancol dan PPP versi Munas Surabaya.
Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, apa yang dilakukan oleh Yasonna terhadap Golkar dan PPP jelas merupakan tindakan melawan hukum dan sarat kepentingan politik.
"Kami yakin keputusan Menkum HAM tidak atas persetujuan Presiden. Bahkan informasi yang kami terima, Presiden tidak mengetahui tindakan Laoly yang memihak salah satu kubu itu," katanya di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/3).
Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali itu pun mengomentari, pernyataan Yasonna yang menjadi alasan ia mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono atas keputusan Mahkamah Partai Golkar.
"Profesor Muladi sebagai Ketua Mahkamah Partai menyatakan keheranannya karena isi keputusan yang dikutip Laoly salah besar dan manipulatif. Kami menduga ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan politik, mengail di air keruh, jika Golkar dan PPP terus berkonflik," jelasnya.
Selain itu, anggota Komisi III DPR ini juga mengingatkan Yasonna bahwa Indonesia merupakan negara hukum, dan bukan negara kekuasaan. "Sebagai menteri hukum, seharusnya Laoly bertindak hati-hati, tidak melawan hukum dan tidak menabrak undang-undang," ujarnya.
Bambang menambahkan, tindakan Yasonna yang mereka sebut 'Begal Demokrasi' terhadap Golkar dan PPP dapat menjadi pintu masuk bagi agenda politik lain yang bisa mengancam kepentingan nasional.
"Untuk itu, dalam keadaan terpaksa kami mempertimbangkan untuk menggunakan hak konstitusi yang diberikan UUD 1945 dan UU yang berlaku kepada pemerintah atas situasu dan kebijakan yang diambil terkait dengan permasalahan PPP dan Partai Golkar," jelasnya.