REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Harga kedelai impor di Sumatera Utara masih terus tertekan atau tinggal Rp 7.200 per kg di tengah upaya Pemerintah untuk meningkatkan produksi komoditas itu guna terwujudnya program Swasembada Pangan Presiden Joko Widodo pada 2017.
"Nggak tahu kenapa harga kedelai justru turun dari sempat Rp 7.800 per kg menjadi Rp 7.200 per kg pekan ini. Padahal dolar AS sedang menguat," kata pengusaha tempe di Medan, Budisudarno di Medan, Senin (31/3).
Meski harganya sedang turun, tetapi pengrajin tidak berani melakukan spekulasi dengan menimbun kedelai itu. Alasan Budi, selain khawatir kedelai rusak yang bisa berdampak pada terganggunya kualitas tempe yang dihasilkan juga karena ada kekhawatiran harga bisa turun lagi.
"Sulit membaca situasi harga kedelai impor di pasar. Selalu tidak bisa diprediksi kapan naik dan turun harganya termasuk penyebabnya apa," katanya.
Meski sudah turun, kata dia, harga kedelai itu masih jauh di atas harga tahun 2012 yang masih bisa Rp 6.300-Rp 6.700 per kg. Menanggapi rencana swasembada kedelai Sumut sejalan dengan program nasional, menurut Budisudarno, sangat diharapkan terwujud, meski selama ini pembuat tempe selalu menggunakan kedelai impor.
Penggunaan kedelai impor sendiri dilakukan karena mutunya yang lebih bagus dan pas untuk menghasilkan tempe. "Minimal kalau kedelai lokal banyak di pasar, tentunya harga kedelai impor tidak mahal," katanya.
Dia berharap, bukan hanya produksi yang dinaikkan, tetapi juga kualitas hasil petani dengan setara impor. "Kalau kedelai lokal bagus seperti impor, mungkin pengrajin tempe bisa mengolah dari hasil lokal,"katanya.