REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruh perebutan ruangan Sekretariat Fraksi Partai Golkar di DPR, kembali mencoreng nama Partai Golkar. Golkar dianggap perlu memperhitungkan nama baiknya sebagai partai tertua dan terbesar di Indonesia dalam setiap perselisihan yang terjadi di internal partai.
“Tidak sedikit juga komentar-komentar dari masyarakat yang agak miring terhadap Partai Golkar,” kata Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti saat dihubungi Republika, Selasa (31/3).
Ia menuturkan, jika konflik terus berlanjut, media akan terus menyoroti dan itu berdampak buruk pada keberlanjutan partai. Bagaimanapun, kata dia, partai politik memiliki tugas untuk meredam konflik.
“Kalau kemudian mereka sendiri tidak mampu meredam konflik dalam partainya, bagaimana mereka bisa dipercaya untuk meredam konflik di masyarakat,” jelas Ikrar.
Sebelumnya, pada Senin (31/3), fraksi Golkar kubu Agung mencoba masuk ke dalam ruang sekretaris fraksi yang berada di lantai 12 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta. Wakil Ketua Golkar, Yorrys Raweyai mencongkel kunci pintu kaca yang sebelumnya dikunci oleh pengurus Fraksi Golkar yang dipimpin Ade Komaruddin.
Untuk menghindari perselisihan kedua kubu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon melakukan mediasi dan mengusulkan agar perbedaan pandangan perihal status legalitas dan penempatan ruang fraksi Partai Golkar DPR RI akan dibahas dalam rapat paripurna DPR RI. Menurutnya, setelah dibahas di rapat paripurna dan ada kesepakatan, maka kesepakatan itu akan dipatuhi.