REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Nasib Mario Steven Ambarita masih menunggu putusan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Untuk sementara, Mario ditampung di kantor Otoritas Bandara Sekarno-Hatta.
"Semua keputusan tunggu keputusan PPNS," jelas Kepala Bagian Tata Usaha, Kantor Otoritas Bandara Soekarno Hatta, Israfulhayat pada Rabu (8/4) di Tangerang. Namun, jelas Israfulhayat hingga saat ini penyidik PPNS masih belum datang ke kantor otoritas bandara dan belum melakukan penyelidikan terhadap Mario. "Mereka (PPNS) sedang di jalan," ungkap Israfulhayat.
Saat dikonfirmasi soal tujuan Mario ke Jakarta, Israfulhayat mengaku otoritas bandara tidak mengetahui hal tersebut. Pasalnya, kata Israfulhayat, investigasi bukan merupakan kewenangan otoritas bandara. "Kami lapor ke dirjen perhubungan, dapet instruksi tunggu hasil PPNS," katanya lagi.
Sebelumnya, beredar kabar kalau tujuan Mario ke Jakarta selain untuk pulang kampung juga untuk bertemu presiden Joko Widodo. Terkait hal tersebut, Israfulhayat mengaku tak mengetahui kebenaran kabar tersebut.
Meski begitu belum diketahui secara pasti apakah Mario akan dipulangkan ke Pekanbaru atau tidak. Namun, Israfulhayat mengatakan kalau tidak tertutup kemungkinan Mario akan dipulangkan.
Seperti diketahui, Selasa (6/4) kemarin Mario Steven Ambarita berhasil menyusup kedalam pesawat Garuda GA 177 jurusan Pekanbaru-Jakarta. Mario berhasil menerobos diam-diam pengamanan bandara Sultan Syarif Kasim II dan tanpa diketahui naik saat pesawat bersiap terbang di landasan pacu.
Sebelumnya, Mario ditemukan lemas setelah pesawat mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Satu jam perjalanan dari Pekanbaru ke Jakarta, Mario bertahan di bagian kanan roda belakang pesawat.
Terkait bobolnya keamanan bandara pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menilai pihak keamanan bandara di Pekanbaru ceroboh. Pasalnya, jelas Djoko kehadiran orang tanp indentitas di landasan pacu dapat membahayakan seluruh penumpang pesawat.
Sebabnya, Djoko meminta bandara untuk segera berbenahsoal sistem pengamanan tersebut. "Itu orang biasa, bagaimana kalau teroris," tegas Djoko.