REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan sejumlah anak buah kapal asing di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, yang menjadi korban perdagangan manusia.
Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Mukhtar lewat pembicaraan telepon di Ambon, Selasa (14/4), menyatakan temuan itu disampaikan oleh empat utusan Komnas HAM kepada pihaknya.
Komnas HAM menyampaikan hal itu setelah mereka mewawancarai ratusan ABK yang ditampung sementara di PPN Tual dan beberapa yang masih di Benjina.
"Berdasarkan hasil wawacara Komnas HAM dengan para ABK, didapati sejumlah ABK tidak menerima gaji, tidak ditangani secara baik saat sakit, dan menerima perlakuan sewenang-wenang," katanya.
Mukhtar melanjutkan, gaji mereka, dikirim langsung ke Thailand, padahal mereka orang Myanmar, Laos, dan Kamboja.
Ia menjelaskan Komnas HAM berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh di Tual dan Benjina akan memanggil manajemen kantor pusat Pusaka Benjina Resources di Jakarta untuk berdialog dan sekaligus memeriksa dokumen-dokumen para ABK asing yang dipekerjakan.
"Utusan Komnas HAM itu, menurut pembicaraannya dengan kami, juga akan membahas masalah ini dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Luar Negeri, agar masalahnya cepat selesai," jelasnya.
Pernyataan Komnas HAM bahwa telah terjadi perdagangan manusia di Benjina dikuatkan hasil investigasi staf dari International Organization for Migration (IOM).
Badan dunia yang menggeluti masalah-masalah migrasi manusia untuk alasan mencari kehidupan lebih layak itu telah memverifikasi 86 di antara 347 ABK asal Myanmar, Laos, dan Kamboja yang ditampung di PPN Tual.
"Dari 86 ABK yang diverifikasi, mereka menyimpulkan 85 di antaranya adalah korban 'human trafficking' (perdagangan manusia)," kata Mukhtar.
Ketika ditanyakan tentang kondisi ratusan ABK asing tersebut, Muhktar menyatakan 20 orang sedang sakit, tiga di antaranya harus dirujuk ke rumah sakit di Kota Tual.
Ia mengatakan pada Selasa (12/4) ada tujuh ABK datang dari Dobo ke Tual.
"Mereka datang sendiri dan tidak diketahui pasti apa tujuannya. Karena itu saya sudah minta Imigrasi Tual menanganinya. Kami khawatir mereka sengaja dikirim untuk mengintimidasi para ABK yang kini berada di penampungan," katanya.