Selasa 14 Apr 2015 10:08 WIB

Pengusaha Jatim Masih Keluhkan Pungutan Perizinan

Rep: c87/ Red: Dwi Murdaningsih
Kepala BKPM Franky Sibarani
Foto: dokpri
Kepala BKPM Franky Sibarani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perizinan investasi di daerah masih dikeluhkan oleh investor yang akan melakukan perluasan investasi. Salah satunya adalah ketidakjelasan persyaratan dan biaya hingga memunculkan pungutan liar.

Hal itu terkemuka dalam pertemuan antara 32 perusahaan Jawa Timur dengan Kepala BKPM Franky Sibarani di Surabaya, Senin (13/4) malam. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan PMA asal Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Inggris dan Spanyol yang sudah menanamkan modal di Jawa Timur dan berencana melakukan perluasan usaha.

Menanggapi keluhan pengusaha tersebut, Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan BKPM dan BPM Provinsi Jawa Timur akan memfasilitasi pertemuan dengan Pemerintah Daerah sehingga ada kepastian persyaratan dan prosedur dalam pengurusan perizinan.

“BKPM berharap Kepala Daerah dapat memberikan kepastian hukum terhadap para investor sehingga proses realisasi investasi dapat berjalan dengan baik. BKPM akan melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya maupun dengan Pemerintah Daerah untuk mengatasi hambatan yang dialami investor dalam merealisasikan rencana investasinya (debottlenecking),” kata Franky,  Selasa (14/4).

Selain persoalan perizinan, investor di Jawa Timur juga mengeluhkan soal penetapan UMK, yang dinilai tidak ada kepastian mekanisme dalam penetapannya. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, Azhar Lubis, menekankan BKPM bersama Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian dan perwakilan dunia usaha sedang menyusun formulasi penetapan upah minimum setiap lima tahun.

Jawa Timur dinilai menjadi salah satu destinasi investasi yang paling menarik bagi investor asing di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, nilai realisasi investasi di Jawa Timur mencapai 13 milyar dolar AS. Angka tersebut menempatkan Jawa Timur dalam lima besar destinasi investasi asing di Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement