REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesali tindakan aparat Polsek Magersari menolak laporan seorang kernet Bus Harapan Jaya berinisial AAM yang terkena tembakan peluru nyasar.
"Kasus ini menunjukkan penanganan korban terkendala birokrasi," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai melalui keterangan tertulis di Jakarta Selasa.
Haris mengatakan aparat kepolisian harus melayani laporan polisi yang dilayangkan masyarakat sebagai korban akibat tindak pidana.
Bagi Haris, petugas Polsek Magersari menolak laporan AAM karena bukan masuk wilayah hukum merupakan alasan yang tidak masuk akal.
Akibat penolakan laporan itu, Haris menyebutkan korban sempat terlantar untuk mendapatkan pengobatan luka tembak.
Bahkan salah satu rumah sakit di Surabaya menolak memberikan pengobatan terhadap AAM karena alasan luka tembak dan belum ada laporan resmi kepada kepolisian. "Akibat dari tidak diterimanya laporan, korban menjadi tidak tertangani," ujar Haris.
Haris menekankan kejadian yang menimpa AAM harus menjadi evaluasi antara aparat penegak hukum kepolisian dengan petugas medis atau paramedis agar memprioritaskan keselamatan jiwa manusia.
Korban penembakan misterius AAM melaporkan peristiwa itu kepada polsek terdekat namun aparat kepolisian itu menolak karena alasan bukan masuk wilayah hukumnya.
Akhirnya, AAM melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk berobat ke RS Darma Husada pun kembali ditolak karena tidak ada laporan polisi.
Selanjutnya, AAM kembali Mojokerto untuk melaporkan peristiwa tersebut yang diterima polres setempat.