Rabu 15 Apr 2015 07:52 WIB

KPU Pusat Berharap PPP dan Golkar Bisa Islah

(dari kiri) Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay dan Ketua KPU Husni Kamil Manik saat konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (20/1).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kiri) Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay dan Ketua KPU Husni Kamil Manik saat konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (20/1).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU-RI) Divisi Data dan Sosialiasi, Hadar Nafis Gumay berharap kepada Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar bisa menyelesaikan polemik kepengurusannya secara internal.

"Jadi yang paling pantas sekarang ini kalau kita sama-sama bisa mengantisipasi. Maksudnya, jalan terbaik kedua partai politik ini adalah melakukan islah sebelum tahapan pendaftaran dibuka," ujarnya di Makassar, Selasa (14/4).

Hadar mengatakan, jika konflik berkepanjangan terus berlanjut maka bukan tidak mungkin, dua partai politik tertua itu akan menjadi penonton dan tidak bisa ambil bagian dalam pilkada. Dia menyebutkan, Peraturan KPU (PKPU) berbunyi bahwa partai politik yang bisa mengikuti Pilkada adalah kepengurusannya harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

Kalau pun ada putusan pengadilan nantinya menyatakan bahwa surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM ditunda sementara belum ada keputusan pada saat pendaftaran, maka arah KPU kedua partai politik itu tidak bisa ikut Pilkada.

"Kan sudah jelas kepengurusan kedua partai politik ini tidak ada yang bisa mendaftar di Pilkada. Bagaimana bisa mendaftar kalau kepengurusannya tidak ada yang dinyatakan sah atau ditetapkan Menteri Hukum dan HAM. Makanya jalan satu-satunya harus islah," tegas Hadar.

Meski begitu, lanjut Hadar, hingga sekarang ini belum ada peraturan ditetapkan pihaknya mengenai posisi kedua partai politik bersengketa tersebut. Kalau pun nanti peraturannya sudah ada, kata dia, baru bisa diketahui pada saat pendaftaran dilakukan.

"Tapi begini, arah peraturan kami adalah pada dasarnya partai-partai yang mau ikut Pilkada haruslah terdaftar dan ditetapkan di Kemenkum HAM. Tapi kalau ada sengketa, kita lihat seharusnya sengketanya sudah selesai," katanya.

Hadar menambahkan, tapi jika nantinya sengketa itu belum selesai, maka putusan pengadilan menjadi rujukan. Jika putusan pengadilan pun berbentuk sela, maka pada saat pendaftaran posisinya tetap masih berupa putusan sela.

Kemudian, kata dia, kalau bunyi putusan pengadilan dinyatakan bahwa surat keputusan Menteri Hukum dan HAM dibekukan, maka sudah pasti tidak ada kepengurusan dua partai politik itu yang bisa ikut Pilkada, termasuk kepengurusan yang lama.

"SK-nya kan belum berlaku sedangkan sudah ada kongres, penggantian, dan pendaftaran yang dilakukan. Jadi tidak bisa kembali ke kepengurusan yang lama," sebutnya.

Untuk itu, Hadar kembali menyatakan ada baiknya jika kepengurusan Partai Golkar dan PPP melakukan islah. Apalagi masih ada waktu beberapa bulan sebelum dibukanya pendaftaran.

"Masih ada waktulah. Pendaftaran juga nanti di bulan Juli. Kalau kedua parti ini mau memutuskan islah, maka sudah pasti akan diterima," tutupnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement