REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif dalam kesempatan itu mengatakan, sepanjang pengetahuannya Muhammadiyah belum pernah membicarakan secara khusus tentang masalah teologi politik. Hal ini wajar sebab kata dia, Muhammadiyah memang tidak dirancang untuk mengurus politik kenegaraan sebagai bagian dari teologi. Dalam perkembangannya di tengah fluktuasi negara, Muhammadiyah menurut Syafii, tetap sebagai pembantu negara dalam urusan kemasyarakatan, pendidikan, dan kemanusiaan.
"Itu sudah dilakukan dalam seabad terakhir, tetapi apakah ke depan Muhammadiyah akan tetap sebagai pembantu negara atau bergerak lebih jauh pilihannya tergantung warga persyarikatan ini," ujarnya.
Syafii juga mengatakan, bahwa sejak awal Muhammadiyah dirancang untuk tidak memusuhi negara tetapi membantu negara. Hanya saja kiata Syafii, salah satu sikap Muhammadiyah yang kurang terpuji adalah ketika negara membantu Muhammadiyah, itu dianggap seakan-akan negara itu dermawan. Padahal negara membantu Muhammadiyah itu merupakan kewajiban dari negara.
"Selama ini negara tidak mampu mengurusi pendidikan, ekonomi dan sosial masyarakat. Muhammadiyah hadir membantu negara. Jadi kalau negara membantu Muhammadiyah itu artinya negara membantu dirinya sendiri," ujarnya.
Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam kesempatan itu berharap agar Muhammadiyah dia abad kedua ini bisa menjadi organisasi Islam yang berkeunggulan. Jika pada masa satu abad sebelumnya, Muhammadiyah menjadi organisasi Islam yang berkemajuan, maka pada abad kedua ini Din mengharapkan agar Muhammadiyah tidak hanya menjadi Islam yang berkemajuan, namun juga Islam yang berkeunggulan.
Menurut Din, saat ini sudah waktunya bagi Islam dan umat Islam menjadi lambang dan faktor keunggulan. Karena itu dirinya menginginkan Muhammadiyah menjadi Islam yang berkeunggulan. “Muhammadiyah memang tetap pada apa yang sudah digagas sejak awal kelahirannya oleh pendirinya KH. Ahmad Dahlan, yaitu Islam yang berkemajuan dan tidak kita ubah. Walaupun saya ingin pada abad kedua ini agak maju sedikit, bukan hanya Islam yang berkemajuan tapi juga Islam yang berkeunggulan. Karena maju belum tentu unggul,” katanya.
Din juga mengatakan, jika berbicara soal keunggulan, bukan sekadar keunggulan komparatif ataupun kompetitif, melainkan juga keunggulan dinamis. Islam berkeunggulan yang dapat menjawab semua tantangan dan perubahan zaman. “Maka Islam yang berkemajuan dan berkeunggulan di sini ada faktor dinamik. Istilah berkemajuan di sini juga melintasi ruang dan waktu, dalam rangka membawa misi Islam. Karena rahmatan lil ‘alamin itu terkait dengan dinamika zaman,” ujarnya.