REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan menyiratkaan kubu Aburizal Bakrie salah langkah dengan mempersoalkan SK Menkumham atas kepengurusan Partai Golkar ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Sebenarnya tidak pas SK Menkumham dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena Menkumham sifatnya hanya melaksanakan undang-undang," kata Maruarar Siahaan, seusai menjadi saksi ahli sidang gugatan kepengurusan Golkar di PTUN Jakarta, Senin (27/4).
Maruarar mengatakan sekalipun keputusan Menkumham dibatalkan oleh PTUN, namun putusan Mahkamah Partai Golkar akan tetap sah. Sehingga menurut dia, seharusnya kubu Aburizal menggugat putusan Mahkamah Partai Golkar, bukan mempersoalkan langkah Menkumham melaksanakan ketentuan undang-undang.
"Harusnya yang dipersoalkan itu bahwa putusan Mahkamah Partai Golkar tidak berdasarkan hukum. Kalau seperti ini, mereka jadi ketinggalan jaman nanti," terang dia.
Sebelumnya dalam sidang Mahkamah Partai Golkar empat hakim mahkamah memiliki pendapat berbeda atas sengketa kepengurusan partai beringin. Dua anggota Mahkamah Partai Golkar yakni Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie kala itu tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat.
Langkah tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Aburizal tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai.
Sementara anggota lain majelis Mahkamah Partai, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Golkar secara aklamasi, digelar tidak demokratis.
Sedangkan Menkumham pada gilirannya mengeluarkan SK mengesahkan kepengurusan Golkar dibawah kepemimpinan Agung Laksono. SK Menkumham itu lah yang saat ini tengah digugat kubu Aburizal Bakrie di PTUN Jakarta.