REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menargetkan inflasi atau indeks harga konsumen pada tahun 2018 mendatang sebesar 3,5 persen, plus minus 1 persen.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo saat menjadi pembicara dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Rabu (29/4).
"Tapi ini diperlukan kerjasama BI dan pemerintah serta pemerintah daerah. Karena kontribusi daerah di luar Jakarta ke inflasi itu sangat besar, lebih dari 80 persen," ujar Agus.
Untuk mencapai target tersebut, Agus menegaskan pentingnya pembentukan Tim Pengendali Inflasi dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Pengendalian inflasi ini mutlak harus dilakukan mengingat, lanjut Agus, inflasi tidak hanya menggerogoti daya beli konsumen namun juga memberikan ketidakpastian bagi produsen bahkan menimbulkan spekluasi.
Misalnya, kata dia, penjual akan menimbun barang dalam jumlah besar guna mengantisipasi kenaikan harga yang terus-menerus. Sayangnya diakui Agus, inflasi di Indonesia masih banyak disebabkan dari harga yang bergejolak utamanya pangan, serta dari harga yang diatur pemerintah.
"Tantangan inflasi tidak lebih mudah karena kita masih menghadapi berbagai tantangan struktural. Kebijakan moneter saja tidak mampu mengatasi enam tantangan ini. Oleh karena itu pengendaian inflasi harus kita hadapi bersama," ujar Agus.
Agus juga menambahkan, keenam tantangan struktural dalam pengendalian inflasi tersebut, yaitu terbatasnya kapasitas produksi domestik, nilai tukar rupiah yang rentan gelojak dipicu ketergantungan ekspor sumber daya alam serta impor bahan baku, produksi pangan yang rentan gangguan pasokan akibat perubahan iklim yang kian sulit diantisipasi, inefisiensi dalam struktur mikro pasar, masih tingginya pemenuhan energi nasional dari impor; serta, masih lemahnya konektivitas antar daerah.