REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peristiwa terperosoknya seorang mahasiswa Universitas Atmajaya Jogja ke dalam kawah Gunung Merapi menjadi peringatan bagi para pendaki. Mereka harus mengikuti intruksi serta penjelasan dari petugas Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Sebab gunung teraktif di dunia itu memiliki karakteristik yang harus diwaspadai.
Kepala TNGM, Edy Sutiyarto menuturkan, setiap petugas di pos paling bawah selalu memberi pengarahan mengenai pendakian Gunung Merapi. Bahkan beberapa tempat yang dianggap berbahaya dipasangi papan peringatan. Menurutnya, dengan begitu seharusnya pendaki lebih waspada. "Sudah diberi peringatan agar tidak mendekati kawah," tutur Edy pada Republika, Ahad (17/5).
Adapun jarak aman pendakian adalah 50 meter dari kepulan asap kawah. "Mungkin karena korban masih muda jadi rasa penasarannya tinggi. Sehingga kurang hati-hati dan mendekati kawah melebihi jarak yang diintruksikan," ujarnya.
Edy berpendapat, kecelakaan itu terjadi disebabkan oleh jarak yang terlalu dekat antara pendaki dan kepulan asap. Sedangkan batuan muda di Gunung Merapi membuat seseorang mudah terpeleset. Karena struktur dan susunannya yang rapuh.
"Kejadian ini baru pertama kalinya terjadi. Sebelumnya paling hanya tersesat atau terpeleset. Itu pun di kawasan sebelum puncak," tutur Edy. Ia kemudian menjelaskan bahwa magma di kawah Merapi bersifat panas. Selain itu resiko gas beracun pun sangat tinggi. Selain sulfur, masih ada gas lain yang bisa menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh.
"Ke depannya kami pun akan meningkatkan keamanan bagi para pendaki dan pengunjung Merapi. Tapi pendaki pun mesti lebih hati-hati. Harus diingat, pendakian bukan hanya masalah hobi. Tapi juga keselamatan. Selain untuk diri sendiri, juga untuk orang lain," tuturnya. Ditambah saat ini luas kawah Gunung Merapi semakin bertambah usai erupsi 2010. Perkembangan magma pun menjadi salah satu pengaruh meluasnya diameter kawah.