REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan dari Universitas Diponegoro, Dhanang Respati, menilai pembacaan ayat Alquran dengan langgam Jawa sah-sah saja dilakukan sepanjang bertujuan sebagai ekspresi seni. Namun, dia mengingatkan agar pembacaan menggunakan metode tersebut tidak sampai menimbulkan arti yang berbeda.
“Sebagai ekspresi seni, boleh saja jika Alquran dibaca menggunakan metode demikian. Kita tidak membicarakan benar atau salahnya. Sebab, perlu dipahami dulu seperti apa konteks pembacaan tersebut,” ujar Dhanang saat dihubungi ROL, Senin (18/5).
Namun, ia pun mengingatkan jika metode membaca Alquran dengan langgam Jawa tetap perlu memperhatikan dasar ilmu tajwid dari ayat yang bersangkutan. Dia menyarankan, pembacaan dan pelafalan disesuaikan sebagaimana aturan yang baku.
“Menggunakan langgam Jawa boleh, asal dari segi ucapan tidak menimbulkan arti yang berbeda. Tujuannya agar tidak terjadi kontroversi,” lanjut Dhanang.
Lebih jauh, dia menjelaskan jika dalam tradisi langgam Jawa, khususnya macapat, ada aturan sastra winengku ing lagu (suku kata harus mengikuti nada) dan lagu winengku ing sastra (nada yang menyesuaikan teks lagu). Saat akan membaca Alquran dengan langgam Jawa, kata Danang, kedua aturan itu perlu dilihat secara rinci.
“Perlu dibedakan aturan mana yang akan dipakai saat membaca Alquran dengan langgam Jawa. Jika menyalahi aturan, tentu akan menimbulkan pro dan kontra,” tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, salah satu stasiun televisi nasional menanyangkan pembacaan Alquran dengan langgam Jawa. Qari membacakan Surat An-Najm ayat 1-5 di depan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin dan sejumlah tamu undangan lain.
Dalam kesempatan tersebut Menag mengapresiasi pembacaan dengan menyebut hal tersebut sebagai bentuk kekayaan ragam bacaan Alquran khas Nusantara.