Selasa 19 May 2015 14:25 WIB

Kubu Agung: Usia Putusan PTUN Hanya 15 Menit

Ketua DPP bidang Hukum Partai Golkar kubu Agung Laksono, Lauren Siburian usai menyerahkan susunan pengurus Partai Golkar periode 2015-2016 di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Selasa (17/3).  (Republika/Wihdan)
Ketua DPP bidang Hukum Partai Golkar kubu Agung Laksono, Lauren Siburian usai menyerahkan susunan pengurus Partai Golkar periode 2015-2016 di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Selasa (17/3). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kubu Golkar pimpinan Agung Laksono sudah mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan Surat Keputusan Menkumham mengenai pengesahan kepengurusan Partai Golkar versi musyarawah nasional (munas) Ancol.

"Kami sebagai tergugat intervensi juga hadir di sini untuk menyampaikan bahwa kami partai Golkar dari kubu Pak Agung Laksono, 15 menit setelah dibacakan putusan PTUN kemarin sudah mengajukan banding, sudah kami daftar, sudah kami bayar sesuai dengan persyaratan yang ada," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) bidang Hukum Partai Golkar kubu Agung Laksono, Laurens Siburian di gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jakarta, Selasa (19/5).

Hadir dalam konferensi pers itu Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenkumham Ferdinand Siagian yang juga menyatakan bahwa Kemenkumham mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut.

"Artinya putusan PTUN kemarin usianya hanya 15 menit saja, jadi sudah tidak bisa dilaksanakan lagi dan oleh karena itu hanya dalam tempo 15 menit kita sudah selesai menyatakan banding dan akta permohonan banding sudah ada di tangan saya dan sudah resmi kami nyatakan banding," ungkap Laurens.

Laurens juga mengungkapkan sejumlah hal yang ia nilai janggal dalam putusan tersebut. Pertama adalah dikatakan bahwa dengan putusan yang meminta Menteri mencabut Surat Pengesahan susunan kepengurusan Pak Agung Laksono maka dengan demikian Surat Keputusan Menteri hasil Munas 2009 yang berlaku.

Ia mengira itu keliru karena objek yang diadili adalah SK Menteri 23 Maret 2015 hanya itu saja, jadi hakim tidak punya kewenangan untuk menyatakan bahwa SK itu dicabut dan otomatis SK 2009 diberlakukan.

Kejanggalan kedua, menurut Laurens, adalah dalam pertimbangan hukum, hakim membicarakan mengenai pilkada padahal di antara para tergugat dan penggugat tidak ada yang membicarakan tentang pilkada.

Selanjutnya, berdasar Undang-undang Partai Politik No 2 tahun 2011 pasal 32 ayat (5) menyatakan Putusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat sepanjang menyangkut perselisihan kepengurusan.

Terakhir adalah pertimbangan yang menyatakan bahwa Menkumham mengeluarkan SK padahal para pihak sedang bersengketa. Karena sudah ada putusan dari Mahkamah Partai, maka kubu Agung Laksono menurut Laurens menyampaikan ke Menkumham.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement