REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso, hadir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baiknya di Pengadilan Negeri Gorontalo, Senin (25/5). Budi yang datang mengenakan kemeja putih dan celana hitam, menjawab seluruh pertanyaan hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), hingga kuasa hukum terdakwa Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
Dalam kesaksiannya, Budi yang saat itu menjabat Kapolda Gorontalo menjelaskan, asal mula perseteruan dirinya dengan Rusli yang diawali saat Pilkada Kota Gorontalo tahun 2013. "Ada sepuluh item tentang saya yang dilaporkan gubernur ke Menkopolhukam secara tertulis, semua berisi tentang ketidakhadiran saya di berbagai rapat Forkompinda. Semuanya fitnah," jelasnya.
Isi laporan tersebut diantaranya Kapolda tidak turut bersama gubernur memantau Tempat Pemungutan Suara (TPS), menggunakan kostum Partai Amanat Nasional (PAN) saat berkunjung ke Kabupaten Gorontalo Utara serta sering bersama wali kota Adhan Dambea dalam beberapa kesempatan.
"Contohnya soal kostum PAN itu tidak benar, seragam tersebut sudah disita penyidik jadi barang bukti. Saya juga sering bersama Adhan untuk kepentingan pengamanan Pilkada, itu lebih penting daripada jalan-jalan ke TPS," ujarnya.
Menurutnya pendekatan kepada Adhan Dambea lebih strategis dalam mencegah kerusuhan, karena KPU mencoret Adhan dari pencalonan terkait ijazah palsu. "Saat itu massa pendukung Adhan marah dan saya harus meredamnya. Upaya ini berhasil sehingga saat itu tidak terjadi kekacauan," imbuhnya.
Budi juga mengakui sering tidak hadir dalam Forkompinda, karena harus menghadiri agenda lain dan telah mengirimkan wakil untuk menghadiri rapat. Dalam sidang itu, Rusli hadir bersama istrinya Idah Syahidah serta sejumlah pejabat pemprov.
Sidang pemeriksaan saksi-saksi oleh Majelis Hakim Johnicol Richard, Abdullah Mahrus dan Teopilus Patiung itu akan dilanjutkan pada 28 Mei 2015. Sebanyak 27 saksi akan hadir dalam sidang, yang akan digelar dua kali dalam sepekan itu.