Rabu 27 May 2015 07:15 WIB

Pengacara: Tak Ada Niat Denny Korupsi Paymanet Gateway

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana (tengah) didampingi sejumlah kuasa hukum memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/3).  (Republika/Agung Supriyanto)
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana (tengah) didampingi sejumlah kuasa hukum memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/3). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Heru Widodo, kuasa hukum tersangka dugaan korupsi program pembayaran paspor secara elektronik di Kementerian Hukum dan HAM Denny Indrayana, mengatakan kliennya tidak berniat melakukan korupsi dalam pelaksanaan program tersebut.

"Tidak ada maksud untuk melakukan perbuatan yang oleh Mabes Polri dikategorikan sebagai korupsi," kata Heru di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/5) malam.

Pasalnya menurutnya program payment gateway tersebut dirancang dengan tujuan meningkatkan pelayanan publik dalam pembayaran paspor. "Payment gateway itu betul-betul untuk pelayanan publik," tegasnya.

Pada Selasa (26/5), Denny diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Dalam pemeriksaan yang berlangsung hampir sembilan jam, mantan Wamenkumham itu dicecar oleh penyidik dengan 43 pertanyaan seputar kasus yang menjeratnya.

"Ini lanjutan pemeriksaan sebelumnya. Isinya mengklarifikasi pertemuan-pertemuan yang tidak semuanya Pak Denny tahu ketika saat itu dia menjadi Wamen," ujarnya.

Dalam kasus payment gateway, penyidik baru menetapkan satu orang tersangka, yakni Denny Indrayana.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tersebut dikenakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UUU No. 31 Tahun 199 jo pasal 421 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang menyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Kadivhumas Polri Irjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut. Selain itu didapati pula adanya pungutan liar senilai Rp605 juta.

Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.

Polri juga sudah memeriksa puluhan saksi dalam penyidikan, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan Dirut PT Bank Central Asia, Tbk, Jahja Setiaatmadja.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement