REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto mengatakan, salah satu formula ideal untuk mengatasi konflik golkar adalah islah dengan membentuk satu kepengurusan. Kepengurusan tersebut adalah yang akan memimpin Partai Golkar hingga 2016 di mana akan diselenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Nico melanjutkan, formula islah itu sendiri harus dikembalikan kepada Mahkamah Partai Golkar karena penyelesaian sengketa di dalam parai menurut Undang-Undang kepartaian harus diselesaikan oleh mahkamah partai.
"Tentu yang ideal adalah misalnya ketua umum dari satu kubu dan sekjen dari kubu lainnya. Itu bisa menjadi jalan tengah daripada islah ini hanya untuk kepentingan Pilkada saja. Karena, itu tetap akan menyisakan permasalahan siapa yang akan menandatangani pencalonan tersebut dan kepengurusan mana yang akan diakui," kata dia kepada Republika, Kamis (28/5).
Selain itu, kepengurusan tersebut juga harus menentukan AD/ART mana yang akan digunakan sebagai dasar kepengurusan Partai Golkar dan disetujui oleh kedua kubu. AD/ART itu pula yang akan menjadi dasar berjalannya partai berlambang pohon beringin ke depan.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla berencana mempertemukan dua pemimpin partai berlambang beringin berkonflik Agung Laksono dan Aburizal Bakrie pada Jumat (29/5). Waktu tersebut diambil karena Ical masih berada di luar negeri sehingga pertemuan baru bisa digelar akhir pekan ini.
Dalam kesempatan itu Kalla mengatakan kedua kubu sudah menyetujui seluruh poin saran islah Partai Golkar. Empat poin saran islah itu harus dipatuhi kedua kubu agar Partai Golkar dapat mengikuti pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara serentak pada Desember 2015.