Jumat 29 May 2015 22:03 WIB
Golkar Pecah

Kisruh Partai Golkar Diprediksi tak Berujung

Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono (tengah) berjalan saat menghadiri pembukaan Konsolidasi dan Musda Partai Golkar Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta,Ahad (24/5). Dalam sambutannya, Agung menyebut akan melakukan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono (tengah) berjalan saat menghadiri pembukaan Konsolidasi dan Musda Partai Golkar Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta,Ahad (24/5). Dalam sambutannya, Agung menyebut akan melakukan

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- DPP Partai Golkar dinilai baru bisa berdamai atau islah jika putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) mengikat. Pendapat itu disampaikan Pengamat Politik Universitas Bosowa 45 Makassar Dr Arief Witjaksono.

"Islah dilakukan jika ada putusan dari mahkamah partai yang bersifat final dan mengikat. Makanya yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah islah terbatas nantinya bisa diterima kader Golkar atau tidak," ujarnya di Makassar, Jumat (29/5).

Arief mengatakan, polemik yang terjadi di internal partai berlambang pohon beringin itu tidak akan berujung, jika kedua belah pihak tetap mengedepankan egonya masing-masing. "Sepengetahuan saya seperti itu. Islah baru bisa terwujud kalau ada keputusan dari Mahkamah Partai Golkar. Terlebih hal itu memang termaktub dalam peraturan Partai Golkar," katanya.

Apalagi, lanjutnya, sekarang ini masalah baru kembali muncul terkait DPP mana yang berhak menandatangani surat rekomendasi usungan untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Ia berpendapat, Agung Laksono sudah jelas akan berkeras dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM, sementara Aburizal Bakrie (ARB) akan mengandalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Masing-masing memiliki dasar yang kuat. Yang satunya mendapatkan SK dari Menkumham sedangkan yang satunya lagi mendapatkan putusan PTUN hasil gugatan ARB beberapa waktu lalu. Ini akan menjadi pemicu konflik baru," lanjutnya.

Menurut Arief, jika salah satu poin islah tersebut tidak didudukkan dengan kepala dingin, maka otomatis kembali mengancam keikutsertaan Partai Golkar di Pilkada pada Desember mendatang. Ia beranggapan musyawarah luar biasa (Munaslub) yang dikumandangkan Tommy Soeharto alias Hutomo Mandala Putra dan Akbar Tandjung adalah jalan keluar, terbaik dalam menyelesaikan konflik Golkar.

"Ya, untuk kedua kubu harus melakukan rekonsiliasi, baik kubu Munas Bali maupun Munas Ancol. Mereka harus bertemu dalam Munaslub. Itu satu-satunya jalan keluar jika islah gagal," sebutnya.

Dua kubu Partai Golkar yang tengah berseteru memang telah sepakat untuk melakukan islah terbatas agar Partai Golkar bisa ikut pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Dalam kesepakatan yang dijembatani Wakil Presiden Jusuf Kalla, dua kubu ini sepakat hanya ada satu Dewan Pimpinan Pusat yang akan menandatangani surat rekomendasi pendaftaran bakal calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Terkait siapa DPP Partai Golkar yang berhak menandatangani surat rekomendasi, sejauh ini masih belum ada titik temu antara Agung Laksono dan Aburizal Bakrie. Sejumlah pihak pun beranggapan persoalan tersebut akan menjadi pemicu baru konflik berkepanjangan kedua kubu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement