REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Moratorium Hutan. Namun, Inpres tersebut dinilai tidak terlalu berdampak dalam mencegah deforestasi hutan.
Peneliti dari Aid Enviroment Haryono mengatakan Inpres Presiden tidak akan memberikan penguatan terhadap moratorium hutan. Ia memprediksi di tahun 2023 mendatang, deforestasi hutan atau yang dikenal dengan penebangan hutan secara ilegal akan tetap meluas.
"2023, hutan di Riau dan Jambi akan habis akibat deforestasi," kata Haryono di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (31/5).
Haryono menilai tingkat deforestasi kini semakin meningkat. Bahkan menurut dia, setelah adanya Peraturan Presiden (PP) nomor 60 tidak bisa mengurangi deforestasi hutan. Menurut Haryono, moratorium yang telah ada sejak era SBY hingga akhirnya Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres, belum mampu memberikan perubahan yang signifikan.
Haryono juga menilai peraturan tersebut juga tidak akan mampu mengurangi gas emisi hingga 41% pada tahun 2020. "Dalam Inpres sendiri tidak mengatur moratorium hutan secara luas, selain kawasan hutan lindung dan hutan konservasi yang memang sudah diatur sebelumnya," ujar Haryono.
Haryono menambahkan, masih banyak ditemukan pengecualian mengenai pengolahan hutan dalam moratorium Inpres tersebut. Seperti geothermal, minyak bumi, dan perkebunan sawit. "Bahkan tahun 2023, bila pemerintah tidak efektif mengelola hutan, maka nasib hutan seperti di Riau, Jambi diprediksi akan gundul. Dapat terjadi deforestasi luar biasa," tutup Haryono.