REPUBLIKA.CO.ID, Masih ingat puisi karangan Sapardi Djoko Damono berjudul Hujan Bulan Juni?
"Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu"
Mungkin masih banyak yang tidak percaya dengan syair puisi yang mengungkapkan adanya hujan di bulan Juni itu, karena biasanya bulan Juni sudah musim kemarau. Namun fenomena hujan bulan Juni itu kini terjadi.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena hujan di bulan Juni yang terjadi di Jakarta pada Selasa (2/6) malam hingga Rabu (3/6). Padahal, curah hujan di Indonesia mulai tergolong jarang.
Kepala BMKG, Andi Eka Sakya mengatakan, saat ini matahari ada di Belahan Bumi Utara (BBU), sehingga suhu udara BBU lebih hangat (daerah takanan rendah).
Pola aliran angin menjadi dominan dari belahan bumi selatan (BBS) ke BBU yaitu dari arah tenggara di BBS berbelok ke arah timur laut di BBU setelah menyeberang ekuator. Angin dari BBS merupakan angin kering (dari Australia).
Untuk itu, terjadi pola sebaran angin di Jawa Barat (Jabar) bagian utara. Sehingga, potensi pertumbuhan (tutupan) awan menjadi kurang dan radiasi matahari langsung kepermukaan bumi yang dapat menjadikan suhu udara menjadi tinggi.
“Di Jakarta tercatat dalam 30 hari terakhir sehingga udara maksimal tertingi 34,6 derajat Celsius suhu udara minimal terendah 25 derajat Celsius dan suhu udara rata-rata harian 27-30 derajat Celsius. Dengan demikian, potensi hujan yang terjadi di sekitar Jakarta lebih bersifat lokal atau tidak merata dari efek proses konvektif setempat dan efek geografis topografi,” katanya kepada Republika, Rabu.
Sementara ketika melihat pola angin yang ada di wilayah Jakarta dari BBS ke BBU tidak dipengaruhi oleh aliran udara dari wilayah India ke arah timur. Sehingga, suhu udara tinggi di Jakarta tidak dipengaruhi oleh fenomena suhu udara tinggi di India.