REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah negara kesatuan yang didasari Pancasila dan UUD 45. Di dalamnya terdapat unsur dasar 'Ketuhanan yang Maha Esa' untuk keyakinan beragaamaan, termasuk keyakinan Muslimah menggunakan jilbabnya.
Hal itu disampaikan Pimpinan Pusat Aisyiyah usai menangapi sikap TNI setelah Kapuspen TNI Mayjen Fuad meralat bahwa prajurit Wan TNI hanya diperbolehkan berjilbab ketika bertugas di Aceh. "Ada persoalaan apa dengan berjilbab itu? Serta kekhawatian dan kendalanya apa,"ujar Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini kepada ROL, Senin (8/6).
PP Aisiyah menjelaskan, hak warga negara tidak hanya berlaku di wilayah Aceh. Sebab, berjilbab itu bagian dari keyakinan seluruh umat Islam di Indonesia. Menurut Siti, berjilbab di Aceh atau di berbagai tempat lainnya di Indonesia tidak mengganggu kinerja atau pihak diluar TNI.
Sebaliknya, Aisyiyah memandang, prajurit wanita yang memiliki keyakinan dan taat kepada agamanya akan mendorong integritas tugas sebagaimana yang diwajibkan sebagai Tentara. Artinya, dengan hal positif tesebut, mengapa lantas lembaga TNI harus membedakan antara Wan TNI di Aceh dengan wilayah lainnya di Indonesia.
"Menurut saya itu tidak jadi kendala jurtru lebih banyak positifnya,"ujar Siti.
Siti menilai, Panglima TNI perlu kebijakan setelah apa yang sudah menyampaikan yakni diperbolehkannya Wan TNI menggunakan jilbab. "Namanya kepala TNI itu tinggi sekali loh. Itu artinya sudah ada garis. Tinggal bagaimana dicari apa namanya SOP Seperti halnya kepolisian itu,"ungkapnya.
Menurut Siti, hak warga negara telah dijamin oleh dasar negara sehingga kemudian Wan TNI juga akan berkewajiban mempertanggungjawabkan atas keyakinannya untuk kepentingan profesinnya sebagai TNI. "Saya tidak setuju jika membedakan antara di Aceh dan wilayah Indonesia lainnya. Saya berharap Panglima memberikan secara subtasi kepada prajurit wanitannya sebagaimana hak warga negara,"katanya.