Jumat 12 Jun 2015 16:01 WIB

Bulan Sabit Terbit di Langgar Kidul Kauman

Rep: M Subarkah/ Red: Erik Purnama Putra
Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KH Dahlan menggagas gerakan Muhammadiyah melalu langgar yang mungil. kemudian cita-citanya mulai terwujud. Bisakah para penerusnya terus menyalakan kobaran semangatnya?

Bila membayangkan aset amal usaha Muhammadiyah di masa awal pendiriannya, maka jangan ba yang kan fasilitasnya akan sementereng sekarang. Cermin situasi ini tampak jelas bila berkunjung ke sebuah bangunan mushola mungil berlantai dua yang terletak di sisi selatan Kampung Kauman Kota Yogyakarta. Warga yang tinggal di sekitar tem pat yang tak jauh dari Kraton Yogyakarta itu akrab menyebutnya sebagai Langgar Kidul KH Ahmad Dahlan.

''Di sebut Langgar Kidul karena letaknya memang di sisi selatan kampung Kauman. Dan bila dikaitkan dengan na ma pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, memang di langgar itulah dulu dia memulai pergerakannya. Langgar ini didirikan sekitar awal tahun 1900-an atau di kala menjelang pendirian Persya rikatan Muhammadiyah,'' kata Ahmad Nafian, cicit KH Ahmad Dahlan yang diserahi merawat bangunan tersebut.

Meski punya nilai sejarah penting, letak langgar itu ternyata terselip di tengah keriuhan suasana perkampungan yang padat. Langgar itu juga tak punya halaman yang lapang. Pada hari-hari biasa sekeliling langgar malah dibentangkan banyak jemuran pakaian.

Bahkan beberapa pakaian basah bekas dicuci disampirkan begitu saja di tangganya. Tak ada kesan mewah apa pun. Beberapa tembok sudah mengelupas karena dima kan usia. Warna cat atau bekas sapuan kapurnya yang ada ditembok sudah mu lai kusam dan ditumbuhi lumut kehijauan.

Tak hanya bangunan langgar yang berdiri sangat sederhana, sebuah bangunan bergaya limasan yang berdiri memanjang di depannya juga berdiri tak megah. Sekilas penampakan bangunan yang dahulu merupakan madrasah pertama yang didirikan Kiai Dahlan itu, mirip gudang besar yang disekat menjadi empat ruangan (tiga ruangan besar dan satu ruangan kecil).

Dan bila tak ada papan pengumuman yang berisi pernyataan bahwa bangunan yang ada dikomplek itu merupakan cagar budaya, maka mereka yang baru datang pasti tidak ngeh (menyangka) bila dua gedung itu merupakan cagar budaya yang punyai nilai historis tinggi

“Ya itulah keadannya. Tidak terbayangkan bila kemudian bangunan sederhana ini seratus tahun kemudian bisa beranak pinak menjadi ribuan seko lah, perguruan tinggi, bank perkreditan rakyat, rumah sakit dan klinik yang ter sebar di segenap penjuru tanah air. Sung guh merupakan keajaiban dari ide perjuangan Kiai Dahlan,” kata Nafian lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement