REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inpres Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak atau disingkat GN AKSA mulai dilupakan. Padahal angka kekerasan terhadap anak semakin meningkat belakangan dengan kasus terbaru yakni tewasnya bocah malang di Bali, Engeline.
Anggota Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edy menerangkan penyelidik kepolisian harus terus profesional mengungkap kasus Engeline. Seperti yang tertulis pada Inpres GN AKSA yang dinilainya semakin dilupakan.
"Polisi harus temukan aktor dalangnya! Hal ini sesuai dengan Inpres No. 5 tahun 2014 tentang GN AKSA (Gerakan Nasional Antikekerasan Seksual thd Anak) yang mulai dilupakan," kata Tjatur kepada ROL, Ahad (14/6).
Dalam Inpres tersebut dinyatakan mendorong para aparat penegak hukum agar lebih bernyali dalam memberantas kejahatan seksual terhadap anak sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Sebab Engeline bahkan diketahui diperkosa sebelum dibunuh oleh tersangka Agus. Namun Polda Bali masih terus mengembangkan kasus untuk mengungkap keterlibatan pihak lain.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) mendesak agar polisi bisa bekerja mengungkap secara ilmiah dalang di balik kasus yang masih terasa janggal itu. Padahal adanya Inpres GN AKSA dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan kekerasan terhadap anak yang sering terjadi di Indonesia.
Aparat penegak hukum dinilainya perlu mempertimbangkan penerapan Pasal 340 KUHP kepada para pelaku. Dengan ancaman hukuman yang tertera jelas pada aturan tersebut yakni hukuman mati, seumur hidup, atau minimal 20 tahun.