Rabu 17 Jun 2015 21:51 WIB

'Hak Asasi Anas Urbaningrum Dilanggar'

 Terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum saat dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Kota Bandung, Rabu (17/6). (foto : Septianjar Muharam)
Terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum saat dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Kota Bandung, Rabu (17/6). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Firman Wijaya memprotes Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai memperlambat pemindahan kliennya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung.

Padahal, salinan putusan dari Mahkamah Agung telah diterima sejak Senin (15/6). Firman pun mengancam akan akan menempuh jalur hukum atas masalah ini, karena dinilai melanggar Hak Asasi Manusia ( HAM) Anas Urbaningrum.

"Itu juga yang jadi pertanyaan kami, apa alasan KPK menunda pemindahan Anas. Menurut saya ini sudah pelagaran HAM." ujar Firman di Lapas Sukamiskin, Rabu (17/6).

Ia melanjutkan, seharusnya jaksa eksekutor wajib mengeksekusi Anas segera setelah salinan tersebut diterima. Namun, ia mempertanyakan mengapa baru hari ini Anas bisa meninggalkan rumah tahanan KPK.

Firman membandingkan proses eksekusi terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan mantan Menteri Olahraga Andi Mallarangeng yang dilakukan sesegera mungkin oleh KPK, Firman merasa ada ketidakadilan pada kasus Anas ini.

Sementara Anas Urbaningrum juga menganggap putusan kasasi Mahkamah Agung tidak adil dengan memperberat hukumannya menjadi 14 tahun penjara. Menurut Anas, hakim agung yang memutus perkaranya mengambil putusan tanpa membedah berkas kasasinya dengan benar.

"Kalau Artidjo, Krisna, dan Lumme membaca berkas perkara secara benar, saya yakin putusannya akan adil," ujar Anas usai tiba di Lapas sukamiskin.

Anas meyakini hakim agung Artidjo Alkostar memiliki integritas dan kredibilitas yang baik. Namun, dalam kasusnya, Anas menilai Artidjo menodai integritasnya. Ia dan kuasa hukumnya akan mengajukan perlawanan hukum, termasuk peninjauan kembali, atas putusan Mahkamah Agung.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung memperberat hukuman setelah menolak kasasi yang diajukan oleh Anas. Semula, Anas hanya divonis tujuh tahun penjara. Namum, putusan kasasi memperberatnya menjadi 14 tahun.

Sehingga Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580 kepada negara, serta dikenakan pencabutan hak politik.

Majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU juncto Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 juncto Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement