Jumat 19 Jun 2015 17:11 WIB

Menteri PP dan PA Kecewa MK tak Kabulkan Batas Usia Pernikahan

Rep: c23/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Yohana Susana Yasembi berbaur dengan anak-anak asuh di Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur, Senin (18/5).
Foto: Republika/Wisnu Aji Prasetiyo
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Yohana Susana Yasembi berbaur dengan anak-anak asuh di Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP PA) Yohana Yembise menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi pendewasaan batasa usia menikah, dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Menurutnya, putusan MK tersebut tidak mendukung upaya melindungi dan tumbuh kembang anak-anak.

"Saya kecewa dengan keputusan itu, mengingat hal tersebut tidak mendukung upaya tumbuh kembang dan perlindungan anak," kata Yohana melalui keterangan persnya, Jumat (19/6).

Perlindungan dan tumbuh kembang anak, lanjutnya, penting untuk mempersiapkan penerua bangsa yang andal dan bisa bersaing di era global. Ia menjelaskan banyak dampak yang dapat timbul akibat perkawinan usia dini. Misalnya, ucapnya, secara psikologis, perkawinan dini bisa mengganggu kesehatan jiwa karna dihadapkan pada urusan rumah tangga.

Sedangkan yang terburuk adalah meninggal karna usia belum matang untuk melahirkan. MK dalam pertimbangan putusannya yang dibacakan pada Kamis, menolak uji materi atas Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu pasal 7 ayat 1.

Majelis Hakim Konstitusi mengatakan tidak ada jaminan peningkatan batas usia menikah dari 16 tahun ke 18 tahun untuk perempuan, akan dapat mengurangi masalah perceraian, kesehatan, serta masalah sosial.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement