REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPW PPP DKI versi Muktamar Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) berharap seniornya dan KPK dapat duduk bersama untuk merembukan persoalan pembatasan waktu shalat berjamaah dan waktu dzikir bagi tahanan di Rutan Propam Guntur, Jakarta Selatan.
"Untuk itu saya berharap para senior dan ulama-ulama yang tadi berbicara dan kompeten bisa bertemu dengan pimpinan KPK untuk berdialog," kata Lulung usai acara buka bersama di kediaman Djan Faridz, Jakarta, Selasa (23/6).
Lulung beralasan, hal tersebut dimaksudkan agar persoalan seperti demikian tidak berkembang dan ditunggangi menjadi isu politik di kemudian hari dikarenakan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali juga ditahan di lokasi tersebut.
"Ini perlu agar persoalan pembatasan waktu shalat berjamaah tersebut tidak ada penunggangan isu politik," kata Lulung menambahkan.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu juga mengungkapkan bila memang pembatasan tersebut merupakan prosedur yang berlaku di Rutan KPK itu, sudah barang tentu bisa ada pembicaraan yang lebih lanjut agar sama-sama enak.
"Tentu hal ini bisa dibicarakan lagi. Misalnya, waktu dzikir yang cuma 40 menit kan bisa ditambah berapa menit cukupnya," ucap Lulung.
Sementara itu Plt Ketua KPK Taufiqurachman Ruki mengakui jika pihaknya membatasi pelaksanaan shalat berjamaah di mushallah bagi para tahanan yang mendekam di Rutan Propam Guntur, Jakarta Selatan.
Namun, Ruki menegaskan, bahwa hal itu bukanlah merupakan penistaan agama Islam. Melakukan menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
Dimana, Pasal 11 ayat 2 Bagi tahanan dalam Rutan atau LAPAS pelaksanaan ibadah dilakukan di dalam kamar blok masing-masing.
"Kemudian, pada Pasal 11 ayat 3 PP dalam keadaan tertentu, tahanan bisa melaksanakan bersama-sama di Rutan. Seperti, kebaktian, Shalat Jumat, Shalat Tarawih, dan ibadah masing-masing, seperti Idul Fitri, Natal dan sebagainya," kata Ruki.
Ruki juga menyebutkan beberapa alasan pihaknya melakukan pembatasan tersebut. Pertama, aspek keamanan tahanan karena lokasi Mushallah yang berada di luar area Cabang Rutan.
Kedua, agar mempermudah pengawasan, yang tiap berjaga hanya ada dua petugas. "Satu ikut ke mushallah satu jaga di Rutan," jelas Ruki.
Lalu, ketiga membatasi interaksi para tahanan dengan orang lain yang shalat di mushallah, seperti, anggota tentara yang bertugas di Propam Guntur.
Ruki juga menyebutkan, setiap selesai melaksanakan ibadah shalat, para tahanan bukanlah membahas atau mengkaji keagamaan Islam. "Ketika ada surat ini petugas pernah menemukan kejadian tahanan yang telah selesai shalat, mereka tidak melakukan pengajian tapi justru tidur-tiduran," ujar Ruki.