Rabu 24 Jun 2015 16:28 WIB

Penerbitan Sukuk Malaysia Turun

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sukuk semakin populer sebagai instrumen investasi (ilustrasi)
Foto: islamic-finance.ru
Sukuk semakin populer sebagai instrumen investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Lembaga pemeringkat surat utang Standard and Poor (S&P) mengamati penerbitan sukuk di Malaysia turun dalam lima bulan pertama 2015 pasca Bank Negara Malaysia (BNM) menghentikan penerbitan sukuk bertenor pendek.

Penerbitan sukuk turun menjadi 33,7 miliar dolar AS per 31 Mei 2015 dari 50,5 miliar dolar AS untuk periode yang sama tahun lalu. Bank sentral Malaysia, BNM, menanggung penerbitan sukuk 10 miliar dolar AS tahun lalu yang sebagian besar berjangka pendek, tiga bulan.

Secara keseluruhan, penerbitan sukuk selain dari BNM, turun 5,1 persen dari 35,5 miliar dolar AS pada akhir 2014, demikian dilansir laman The National, Sabtu (20/6).

Juru bicara BNM membenarkan bank sentral menghentikan penerbitan sukuk jangka pendek pada 2015 ini. BNM meyakini likuiditas pasar modal Malaysia masih cukup baik sejak awal tahun.

Seorang petinggi BNM memerhatikan, sukuk jangka pendek mereka justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank-bank asing. Hanya sedikit bagian sukuk jangka pendek itu yang bermanfaat memperbaiki likuiditas pasar keuangan domestik.

Sukuk jangka pendek dimanfaatkan bank-bank syariah untuk menjaga likuiditas harian mereka. Standar perbankan internasional Basel III mensyaratkan bank-bank untuk menahan aset likuid mereka dalam jumlah yang cukup untuk menjaga aliran dana tunai selama 30 hari usaha tiap bulannya.

Sayangnya, aturan ini membuat bank-bank syariah harus bekerja keras menahan aset termasuk dana tunai. Sementara memanfaatkan pasar uang konvensional dilarang dalam bisnis syariah.

Kepala Keuangan Islam S&P Mohamed Damak menyatakan, permintaan sukuk dari investor di luar dunia Islam sangat signifikan. Sebab sukuk merupakan surat utang premium yang hampir setara dengan instrumen pendapatan tetap konvensional.

Sayangnya, ini belum diimbangi pasokan yang seimbang, terlebih untuk sukuk yang memiliki peringkat tinggi.

Anjloknya harga minyak diprediksi bisa makin menekan penerbitan sukuk karena negara-negara produsen minyak akan mengurangi pembiayaan atas proyek-proyek hidrokarbon mereka. Bukan lah karakter perusahaan-perusahaan minyak asal Kawasan Teluk untuk menggunakan instrumen pasar modal untuk menambal defisit anggaran, tapi talangan pemerintah.

''Kabar baiknya, masih banyak penerbitan baru di pasar yang membantu menjaga total penerbitan sukuk,'' kata Damak.

Januari lalu, S&P menyampaikan, penerbitan sukuk global akan datar tahun ini dibandingkan dua tahun lalu, dengan nilai penerbitan antara 100 miliar dolar AS hingga 115 miliar dolar AS. Ini disebabkan pelambatan ekonomi negara-negara berkembang dan turunnya harga minyak dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement