REPUBLIKA.CO.ID, PORT EL KANTAOUI -- Ribuan wisatawan asing, yang ketakutan, terbang dari Tunisia pada Sabtu (27/6). Eksodus besar-besaran ini terjadi sesudah serangan yang menewaskan 38 orang, sebagian besar dari mereka asal Inggris, di lokasi wisata pantai.
Kelompok ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu, yang paling mematikan dalam sejarah Tunisia baru-baru ini. Puluhan orang lain terluka sesudah penyerang itu menembak dari dalam payung pantai ke arah kerumunan wisatawan di pantai tersebut dan kolam renang hotel di loka wisata terkenal laut Merah Port el Kantaoui.
Perdana Menteri Tunisia Habib Essid mengumumkan bahwa sejak bulan depan, petugas keamanan bersenjata akan ditempatkan di sepanjang pantai dan di dalam hotel. Tapi, pukulan berat menghantam industri pariwisata utama dengan pengelola perjalanan asal Inggris Thomas Cook.
Perusahaan mengumumkan akan menawarkan kemungkinan mengubah pemesanan ke Tunisia dan termasuk pada 24 Juli. Perhimpunan Badan Perjalanan Inggris mengatakan berembuk dengan Departemen Luar Negeri untuk upaya jangka panjang.
Perdana menteri Tunisia menyatakan sebagian besar yang tewas berasal dari Inggris tapi ada juga dari Jerman, Belgia dan Prancis.
Serangan itu, yang kedua terhadap wisatawan di Tunisia pada tahun ini, terjadi pada hari sama dengan saat 26 orang tewas di masjid di Kuwait dan seorang menyerang pabrik di Prancis.
ISIS sudah mengaku melakukan pemboman di Kuwait dan serangan di Tunisia, yang terjadi hanya hari sebelum ulang tahun pertama kelompok itu, yang menyatakan wilayahnya di Irak dan Suriah sebagai kekalifahan.
Sekretaris Negara untuk Keamanan Tunisia Rafik Chelly kepada Mosaique FM menyatakan penembak itu mahasiswa, yang tidak dikenal pihak berwenang."Ia masuk lewat pantai, berpakaian seperti orang akan berenang dan membawa payung pantai dengan senjata di dalamnya. Kemudian, ketika tiba di pantai, ia menggunakan senjatanya," kata Chelly.