Selasa 30 Jun 2015 06:36 WIB

Kisah Nabi Ibrahim Mencari Tuhan (2)

Rep: c30/ Red: Agung Sasongko
Tauhid adalah mengesakan Allah.
Foto: Wordpress.com
Tauhid adalah mengesakan Allah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Setelah masa pencarian dengan apa-apa yang ada di langit, Nabi Ibrahim lantas mencoba mendekatai masyarakatnya dengan cara yang sangat lembut. Membimbing sama halnya seperti yang dialami Nabi Ibrahim saat mencari tuhan di langit.

Kepada si penyembah bintang-bintang, Nabi Ibrahim mengajak kaum tersebut berbicara di pagi hari, di mana tidak terlihat sama sekali kehadiran bintang –bintang di langit. Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya, dan itu membuat mereka terkejut bahwa bintang-bintang yang diyakininya, kini telah tenggelam.

Kepada si penyembah bulan. Nabi Ibrahim datang pada malam hari, ikut menyanjung kehadiran bulan. Mula-mula, kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui hal yang demikian. Kemudian, saat cahaya bulan tidak muncul, Nabi Ibrahim perlahan-lahan memasukkan pemikirannya, bahwa bagaimana mungkin mereka menyembah tuhan yang terkadang terbit dan terkadang tenggelam.

Nabi Ibrahim berhasil merobek kayakinan mereka dalam menyembah bulan dengan penuh kelembutan dan ketenangan. Begitu juga ketika Nabi Ibrohim mencoba berargumentasi dengan penyembah matahari. Nabi Ibrahim menunggu saat yang tepat yaitu sore hari.

Matahari kemudian mulai tenggelam dan berganti malam hari, maka jika mereka menyembah matahari karena cahaya besar yang terang benderang, maka Allah SWT Maha Besar. Nabi Ibrahim menjelaskan dengan sangat perlahan dan penuh kelembutan, bahwa tuhannya kini sudah tengelam, maka dibebaskan dari menyembah dirinya.

Nabi Ibrahim mulai mengarahkan kaumnya, nahwa di sana, ada pencipta langit bumi dan seluruh isinya. Pencipta yang tidak mungkin tenggelam seperti matahari tenggelam.

Nabi Ibrahim telah mampu menciptakan kebenaran, namun kabathilan ruanya belum juga tunduk. Kaum tersebut justru marah pada Nabi Ibrahim. Mereka menggugat kenekatan Nabi Ibrahim. Pertentangan  Nabi Ibrahim dengan kaumnya semakin meluas, namun Nabi Ibrahim tidak memiliki niatan berhenti dari dakwanya.

Keingingan Nabi Ibrahim supaya kaumnya tidak tersesat jauh lebih besar daripada hujatan-hujatan yang diterimanya.  Sampai suartu ketika, ayahnya pun sudah tidak sanggup lagi mengahadapi Nabi Ibrahim. Bahkan, ia mengancam Nabi Ibrahim untuk menghentikan dakwanya, jika tidak maka tangannya sendiri yang akan merajam dan membunuhnya.

“Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrohim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku,” ujar Azar ayah Nabi Ibrahim.

Akhirnya, Nabi Ibrahim diusir dari rumahnya. Juga, beliau meninggalkan kaumnya beserta sesembahan-sesembahan selain Allah SWT. Hingga pada suatu ketika, tibalah hari penduduk sedang mengadakan pesta besar di tepi sungai. Jalan-jalan sepi, kota menjadi sunyi. Tempat penyembahan atau Mihrab pun terbebas dari penjaga.

Diam-diam Nabi Ibrahim masuk ke tempat sembayangan, dengan membawa kapak yang sangat tajam. Terlihat di sana, patung – patung tuhan yang terukir. Terbuat dari kayu maupun dari batu-batu, juga di sana ada makanan yang diletakkan oleh manusia.

Kepada salah satu patung, Nabi Ibrahim bertanya, “Makanan yang ada di depanmu ini telah dingin. Kenapa engkau tidak memakannya?” Patung itu tetap diam membisu, begitu pun saat Nabi Ibrahim bertanya pada patung yang lain, tak ada jawaban apapun.

Dengan senyum sinis, Nabi Ibrahim tahu tentu saja patung-patung ini tidak mungkin bisa makan, bicara saja patung tersebut tidak bisa. Lantas, degan memakai kapak tajam yang dibawanya, Nabi Ibrohim mulai menghancurkan berhala-berala itu satu –satu. Hingga Nabi Ibrahim hanya menyisakan satu berhala paling besar, dan menggantungkan kapak di leher patung tersebut.

Selepas acara pesta di sungai, salah seorang kaum kembali ketempat sembahyangan. Alangkah kaget seseorang itu, saat melihat patung-patung telah hancur, hanya menyisakan satu patung besar dengan kapak dilehernya. Masyarakat kembali berkumpul, lantas menebak-nebak siapa yang telah berulah tersebut.

Lantas, kesepakatan ditemukan Ibrahimlah yang menghancurkan patung –patung itu, karena selama ini, Nabi Ibrahim yang terus mengajak mereka untuk meninggalkan apa-apa yang disembah selain Allah swt.

Segera mereka mendatangkan Nabi Ibrohim, dengan pandangan murka mereka menatap Nabi Ibrahim. “Mereka bertanya: “Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhafdap tuhan kami wahai Ibrahim?” (QS. Al-Anbiya’: 62)

Kemudian, Nabi Ibrahim membalas dengan senyuman seraya tangannya menunjuk pada patung besar yang membawa kapak di lehernya.“Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat bicara.” (QS. Al-Anbiya’: 63)

Sumber: Sejarah Nabi-Nabi Allah, Ahmad Bahjat, Lentera Basritama

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement