REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) belum membatalkan kesepakatan tukar guling saham (Share Swap) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) terkait monetisasi Mitratel setelah berakhirnya masa perjanjian pada 30 Juni 2015.
“Kami memperpanjang masa Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) atas kesepakatan kedua belah pihak,” kata VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo di Jakarta, Rabu (1/7).
Dijelaskannya, langkah memperpanjang masa CSEA karena perseroan sangat menghormati proses review dan klarifikasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang berlangsung dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR yang sedang diskors.
“Direksi menyakini aksi korporasi ini merupakan opsi terbaik namun tetap memerlukan persetujuan dari Dewan Komisaris. Pengajuan persetujuan kepada Dewan Komisaris belum dilakukan karena menghormati proses review dan klarifikasi yang masih berlangsung dari KPK serta RDP dengan Komisi VI yang masih diskors,” tegas Arif.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno kala Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (30/6) menyatakan ada kemungkinan mega transaksi itu batal.
“Minggu lalu mereka (Dewan komisaris Telkom) melaporkan secara lisan kepada saya sudah mengadakan rapat dengan direksinya bahwa sudah bersama-sama menyetujui transaksi Mitratel batal. Kemarin waktu lapor ke saya begitu. Tolong tanya ke komisaris dan direksinya,” kata Rini.
Secara terpisah, Pengamat Telekomunikasi dari IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin meminta dikuranginya simpang siur informasi terhadap transaksi tersebut untuk memberikan kepastian bagi pemegang saham publik.
“Harap diingat, Telkom dan Tower Bersama adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Saham. Pada Mei lalu juga sempat berhembus transaksi ini akan batal dan itu menggerus nilai kapitalisasi pasar Telkom sebesar 10 persen. Kala itu, kapitalisasi pasar Telkom tergerus senilai Rp 29 triliun menjadi Rp 264 triliun dari Rp 293 triliun,” ungkapnya.
Menurutnya, transaksi ini sangat ditunggu oleh investor karena menjadi katalis bagi pertumbuhan kinerja di masa depan untuk kedua perusahaan. “Sebaiknya pernyataan yang membuat sentimen negatif dikurangi. Semakin banyak simpang siur kabar, yang rugi negara juga. Pemegang saham terbesar di Telkom bukannya pemerintah?” katanya.
Telkom akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara share-swap. Tower Bersama akan menguasai 100 persen saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13,7 persen saham TBIG. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014.
Batas akhir CSEA pada akhir Juni 2015. Tower Bersama telah memenuhi semua syarat yang ada dalam perjanjian, tinggal Telkom harus menuntaskan satu syarat yakni restu dari dewan komisaris. Berdasarkan kajian sejumlah analis jika Mitratel dikembangkan sendiri oleh Telkom tak memberikan profitabilitas maksimal dengan tenancy ratio yang rendah dibandingkan pemain menara sejenis yang ada di bursa saham.
Seandainya dipilih aksi Initial Public Offering (IPO) hanya bisa menghasilkan nilai Rp 5,5–5,9 triliun sedangkan jika share swap dengan Tower Bersama bisa menghasilkan nilai Rp 11,4 triliun diluar beberapa keuntungan. Untuk menjaga transparansi dari transkasi ini Telkom meminta restu kepada Jamdatun, BPKP, Audit BPK, dan KPK.