REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Keren, itulah kata-kata yang pantas disematkan untuk Pemkab Purwakarta, Jabar. Apa pasalnya? Wilayah ini, berani menabrak aturan mengenai penerimaan siswa baru. Keberanian itu mencuat, ketika pemkab menerima siswa baru yang jumlahnya hanya tujuh anak.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, tahun ajaran baru ini ada SMPN satu atap di wilayah Kampung Kiaralawang, Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, yang siswa kelas tujuhnya hanya tujuh anak. Ini, merupakan fenomena baru di Indonesia. Sebab, sekolah ini satu-satunya yang muridnya paling sedikit.
"Tujuh siswa itu, kini belajar di SMPN satu atap. Tidak ada masalah, kami tetap menerimanya," ujar Dedi, kepada Republika Online, Rabu (8/7).
Dedi mengtakan, berani melawan arus soal pendidikan ini. Melawan arusnya, yaitu meskipun hanya tujuh siswa, anak-anak daerah terpencil itu tetap bisa sekolah. Padahal, berdasarkan aturan setiap pembukaan sekolah baru, ada pengaturan mengenai jumlah siswa.
Untuk sekolah baru tingkat SD, minimal siswanya 15. Sedangkan untuk SMP, minimal 20 siswa. Tetapi, Purwakarta mengabaikan aturan itu. Karena, bila harus merujuk pada aturan nasional itu, bagaimana nasib tujuh siswa ini.
Alasan Dedi tetap membuka sekolah baru satu atap di kampung itu, karena Kiaralawang merupakan salah satu kampung yang ada di pinggiran Danau Jatiluhur. Wilayah ini sangat terpencil.
Anak-anak di kampung itu, harus berjuang untuk sekolah. Mereka harus jalan kaki atau menyebrang danau dengan menggunakan perahu. Jarak terdekat untuk menjangkau SMP, sekitar tujuh kilometer.
"Makanya, ketimbang anak-anak di drop out sekolah, lebih baik pemkab menabrak aturan. Yaitu, dengan mendirikan sekolah satu atap yang siswanya hanya tujuh anak ini," ujar Dedi.