REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia semakin mengkhawatirkan banyaknya mahasiswa dari negara itu yang bergabung dengan kelompok radikal ISIS.
Seperti kejadian beberapa minggu lalu yang menghebohkan, di mana berita tentang Pemerintahan Vladimir Putin kurang diminati. Karena pemberitaan pada Juni tentang Varvara Karaulova lebih dilirik oleh penonton di negeri itu.
Dua minggu setelah Klaurova kembali, seorang mahasiswi di Universitas Moscow, Mariam Ismailova hilang. Pemerintah meyakini di tengah kecurigaan dia dalam perjalanan untuk bergabung dengan Negara Islam Irak (ISIS).
Kemudian beberapa siswa lain yang menghadiri universitas di kota-kota besar Rusia dilaporkan telah mengikuti.
Dari desakan Pemerintah Rusia mendorong para pejabat senior untuk mulai mengungkapkan berapa banyak warga Rusia yang diyakini berjuang untuk IS.
Dorongan tersebut membuat Dinas Keamanan Federal Rusia memperkirakan orang yang keluar dari Rusia, 8%-nya bergabung dengan ISIS.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Oleg Syromolotov pada mengatakan angka-angka ini menjadi benar-benar menjengkelkan.
"Saat ini ada sekitar 2.200 orang dari Rusia mengambil bagian dalam operasi militer di Irak dan Suriah," ujarnya seperti dilansir dari BBC.
Moskow Carnegie Centre, Alexei Malashenko mengatakan bahasa Rusia menjadi peringkat ketiga dalam kelompok ISIS, setelah Arab dan Inggris.
Dengan banyaknya anggota ISIS yang dapat berbicara bahasa Rusia, secara tak langsung telah meningkatkan output propaganda di Rusia sejak bulan Maret.
Siswa dan orang-orang muda sering direkrut melalui media sosial, untuk meninggalkan Rusia dengan janji cinta kasih sayang. Selain itu mereka dijanjikan kehidupan yang lebih baik di bawah kelompok ISIS.