REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan kubu Agung Laksono seperti minyak dan air. Keduanya sangat sulit disatukan, bahkan untuk kepentingan partai yang mereka pimpin sekali pun.
Selepas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memenangkan kubu Ical, kedua kubu menyatakan jika menang siap mengakomodasi yang kalah. Begitu pun jika kalah, mereka siap mengakui kubu yang menang.
“Tapi pada kenyataannya kan setelah ada keputusan ya melawan juga dengan melakukan naik banding," kata Siti kepada Republika, Sabtu (25/7).
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) mengabulkan gugatan yang diajukan pengurus DPP Partai Golkar hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (Ical) dan menetapkannya sebagai kepengurusan yang sah. Hakim menilai rapat pleno pada 25 November 2014, yang dipimpin Agung Laksono tidak sah. Artinya, putusan apa pun yang dibuat dalam rapat pleno tersebut dianggap tidak sah secara hukum.
Sebaliknya, majelis berpendapat, Munas di Bali telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dan telah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, serta Peraturan Organisasi Partai Golkar tentang prosedur surat-menyurat.