Ahad 26 Jul 2015 12:35 WIB

Pemerintah Diminta tak Anggap Remeh Korban Kecelakaan Mudik

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satya Festiani
Tim penolong berupaya mengevakuasi korban pada musibah kecelakaan lalulintas di jalur alternatif mudik Lebaran 1436 Hijriyah, di Dusun Deplongan, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/7).Republika/Bowo Pribadi
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Tim penolong berupaya mengevakuasi korban pada musibah kecelakaan lalulintas di jalur alternatif mudik Lebaran 1436 Hijriyah, di Dusun Deplongan, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/7).Republika/Bowo Pribadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, diminta menanggapi serius angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi sepanjang arus mudik dan balik Lebaran 2015. Pasalnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengklaim bahwa penurunan angka kematian sebesar 8 persen selama arus mudik dan balik menjadi parameter keberhasilan pemerintah dalam melangsungkan arus mudik dan balik.

Catatan Polri, selama H-7 dan H+7 Mudik Lebaran, jumlah korban meninggal dunia karena laka lantas mencapai 628 orang, luka berat 1.028 orang, dan luka ringan 3.808 orang. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai angka ini masih terbilang tinggi untuk dikatakan sebagai sebuah kesuksesan. Tulus mendesak pemerintah untuk tidak menganggap remeh tingginya angka ini, terlepas apakah besarannya lebih rendah atau lebih tinggi dari tahun lalu.

"Dengan korban masal seperti itu, sudah sangat pantas jika mudik Lebaran tak ubahnya sebagai bencana nasional! Jadi sungguh aneh bin ajaib jika Kemenhub mengklaim bahwa mudik Lebaran 2015 dinyatakan berhasil! Apakah menurunnya korban meninggal yang hanya 8 persen layak disebut berhasil?" ujar Tulus, melalui siaran pers nya, Ahad (26/7).

Lebih lanjut, Tulus mendesak Presiden Jokowi untuk memberikan respon konkrit terhadap korban masal mudik Lebaran tersebut. Terhadap korban kecelakaan pesawat saja, dia menilai, yang jumlah korbannya lebih kecil, Presiden langsung menggelar jumpa pers.

"Mengapa terhadap korban mudik Lebaran yang korbannya jauh lebih besar, Presiden masih diam saja?" katanya.

Poin lainnya, YLKI juga mendesak pemerintah untuk memperbaiki dan memperbanyak akses angkutan umum di sektor darat, khususnya perkeretaapian. Tulus meminta agar angkutan kereta api yang animonya semakin tinggi, dilakukan peningkatan pelayanan.

"Selain itu Polri agar bertindak tegas terhadap pelanggaran lalu lintas. Patut diduga, tingginya laka lantas karena pihak Polri melonggarkan pelanggaran lalin," ujarnya.

YLKI juga mendesak Kemenhub dan Polri menekan tingginya penggunaan sepeda motor sebagai sarana mudik. YLKI mencatat, lebih dari 75 persen laka lantas dialami oleh pengendara sepeda motor.

"Polri seharusnya juga membuka pada publik, merek sepeda motor yang mengalami laka lantas, dan meminta produsennya untuk dimintai pertanggungjawaban," ujar Tulus.

Selanjutnya, YLKI juga meminta pemerintah daerah memperbaiki transportasi umum  di daerahnya. Salah satu alasan pemudik menggunakan kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor, lanjutnya, karena di daerah minim akses transportasi umum.

"Masyarakat jangan memaksakan diri untuk menggunakan sepeda motor sebagai sarana mudik, apalagi dengan penumpang atau barang yang over kapasitas," lanjutnya.

Tulus mengingatkan pemerintah tidak sekedar menggunakan data statistik kecelakaan sebagai parameter kesuksesan arus mudik dan balik tahun ini.

"Janganlah pemerintah hanya menjadikan  tingginya korban masal selama mudik Lebaran hanya menjadi data statistik belaka, tanpa upaya serius untuk menguranginya hingga ke titik nol (zero accident)," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement