Ahad 26 Jul 2015 18:01 WIB

AJI Desak Revisi Pasal Pencemaran Nama Baik

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) mengikuti aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/5). (Republika/Wihdan)
Anggota Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) mengikuti aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/5). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Wahyu Dhyatmika mendesak kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi pasal pencemaran nama baik. Pasal tersebut dinilai menjadi jalan untuk mengkriminalisasi narasumber yang memberikan pernyataan di media.

"Di dalam negara demokrasi sudah tidak ada (pasal pencemaran nama baik)," ujar Wahyu, di Kantor YLBHI, Jakarta, Ahad (26/7).

Hal tersebut menanggapi laporan Prof Romli Atmasasmita terhadap peneliti ICW, Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Prof Romli merasa nama baiknya tercemar oleh keduanya saat menggelar aksi terkait Pansel KPK, di gedung KPK.

Wahyu juga meminta kepada seluruh wartawan untuk menyatukan sikap apabila dipanggil oleh polisi untuk dimintai keterangan dalam kasus pencemaran nama baik. Wartawan dihimbau untuk menjawab bahwa persoalan pemberitaan merupakan urusan dewan pers.

Sementara itu, Al Araf, dari Imparsial mendukung jika presiden dan DPR melakukan revisi terhadap pasal karet dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti pencemaran nama baik. Sebab, pasal tersebut menjadi dasar persoalan kriminalisasi.

"Karena ini sesuatu bukan pertama kali terjadi. Pola-pola yang berulangkali terjadi," kata Al Araf.

Menurut Al Araf, kasus seperti yang terjadi pada Emerson dan Adnan dalam perkembangan di negara demokrasi bukan masuk ranah pidana. Akan tetapi masuk ke persoalan perdata. Untuk itu, Al Araf meminta kepada Polri agar berhati-hati dalam memproses kasus dengan menggunakan pasal karet. Apalagi yang ada kaitannya dengan kebebasan pers.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement