REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Musim kemarau yang berlangsung sejak beberapa bulan lalu, telah menyebabkan debit air sungai di Kabupaten Banyumas mengalami penurunan cukup drastis.
Kepala Seksi (Kasie) Operasi dan Perawatan Balai Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA) Serayu Citanduy, Arief Sugiarto, menyebutkan penurunan debit air sungai sudah mencapai 40 persen dibandingkan kondisi normal.
''Dampak dari penurunan debit air ini, menyebabkan aliran air irigasi juga tidak maksimal. Sejak pertengahan bulan Juli ini, kita terpaksa melakukan penggiliran dalam mengalirkan air di saluran-saluran irigasi,'' jelasnya, Kamis (30/7).
Hal ini dilakukan agar distribusi air menjadi lebih merata kesemua wilayah pertanian. ''Meski pun pasokan airnya mengalami penurunan, namun dengan penggiliran semacam ini maka semua wilayah pertanian yang mendapat pasokan dari jaringan irigasi teknis, minimal masih bisa mendapatkan air,'' katanya.
Turunnya debit air sungai ini, antara lain terjadi di sungai Serayu. Menurut Arif, sungai terbesar yang mengalir di wilayah Banyumas ini juga mengalami penurunan debit air yang cukup signifikan. Penurunan debit ini, bukan hanya karena debit air di bagian hulu Sungai Serayu yang menurun. Namun juga karena sungai-sungai yang bermuara di Serayu, ikut mengalami penurunan.
''Seperti Sungai Klawing, Mrawu, Sapi, Pelus, Logawa, Banjaran, dan Cikawung yang semuanya bermuara di Sungai Serayu, debit airnya juga mengalami penurunan. Karena itu, debit air sungai Serayu di bagian hilir juga mengalami penurunan,'' katanya. Debit air Sungai Serayu yang dalam kondisi normal mencapai 1200 meter kubik per detik, namun pada bulan Juli debit air turun hingga 40 persen.
Arif mengakui, dengan dilakukannya penggiliran aliran air di saluran irigasi, memang ada lahan-lahan pertanian sawah yang tidak bisa teraliri air. Bahkan ada lahan-lahan sawah yang akhirnya mengalami puso, karena kekeringan.
''Namun dari pengamatan kami, lahan sawah yang mengalami puso akibat kekeringan malah tidak terlalu banyak. Yang agak banyak, justru yang puso akibat serangan hama tikus,'' jelasnya.
Menurutnya, saat ini kebanyakan tanaman padi yang ditanam petani di wilayah eks Karesidenan Banyumas sudah berusia di atas 60 hari. Bahkan ada beberapa areal yang sudah memasuki musim panen.
''Dengan dilakukan penggiliran aliran air di saluran irigasi, memang menyebabkan ada cukup banyak areal sawah yang akhirnya tidak teraliri air. Namun banyak petani yang mensiasati masalah ini dengan menyedot air dari sungai. Dengan cara ini, petani masih bisa menyelamatkan tanaman padinya yang sebentar lagi akan panen,'' katanya.
Dia menyebutkan, wilayah kerja BPSDA Serayu Citanduy meliputi empat kabupaten yakni Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap. Di empat kabupaten itu, terdapat 13 daerah irigasi dengan luas lahan pertanian sebanyak 10.052.000 hektare. Namun yang terkena aliran irigasi, sejauh ini hanya seluas 57.276.000 hektare.
Terkait musim kemarau ini, kebanyakan petani di wilayah Banyumas yang sawahnya berada di wilayah nn irigasi teknis, sudah mulai menggunakan pompa air untuk mengaliri sawahnya. Antara lain areal persawahan di sebagian wilayah Kecamatan Jatilawang dan Kecamatan Purwojati.
Sebagian warga menggunakan mesin pompa miliknya sendiri, namun sebagia lainnya terpaksa menyewa dari petani yang memiliki. Dengan cara menyewa mesin pompa, petani harus mengeluarkan uang sebesar Rp 350 ribu untuk mengairi sawah seluas 0,5 hektar. ''Biaya sewa sebanyak itu, tidak hanya untuk menyewa mesin pompanya. Tapi juga untuk membayar upah orang uang mengoperasikan mesin pompa, dan juga membeli solar atau bensin,'' katanya.