Senin 03 Aug 2015 13:02 WIB

Diperiksa KPK Sebagai Tersangka, Gatot dan Evi Hanya Tersenyum

Red: Karta Raharja Ucu
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho bersama istrinya, Evi Susanti.meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dari tersangka kasus suap hakim PTUN Medan di Jakarta, Rabu (22/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho bersama istrinya, Evi Susanti.meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dari tersangka kasus suap hakim PTUN Medan di Jakarta, Rabu (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sumatra Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti memenuhi panggilan KPK, Senin (3/8). Ia diperiksa sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Gatot dan Evy tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 11.55 WIB dengan didampingi pengacaranya, Razman Arief Nasution. Gatot yang mengenakan baju batik cokelat lengan panjang maupun Evi yang mengenakan kerudung hijau tua dan baju batik warna ungu serta rok hitam, hanya melempar senyum tipis. Mereka tak berkomentar apa pun kepada wartawan yang sudah menunggunya.

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pertama mereka sebagai tersangka, sejak KPK menetapkan Gatot dan Evi sebagai tersangka dugaan pemberi suap kepada hakim pada 28 Juli 2015 lalu. Sebelumnya Gatot dan Evi diperiksa sebagai saksi di KPK. Gatot sudah dua kali diperiksa KPK sebagai saksi yaitu pada 22 dan 27 Juli 2015 sedangkan Evi juga diperiksa pada 27 Juli 2015.

"Untuk kepentingan penyidikan dugaan suap kepada hakim PTUN Medan, hari ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap pak GPN (Gatot Pujo Nugroho) dan bu ES (Evi Susanti)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin.

Namun Priharsa tidak menyampaikan apakah Gatot dan Evi langsung ditahan usai diperiksa atau tidak. "Kalau secara objektif, sudah terpenuhi (untuk menahan). Karena sangkaannya memiliki ancaman hukuman yang lebih dari lima tahun. Jadi tergantung penyidik, karena ini lebih ke pertimbangan subjektif," tambah Priharsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement