Rabu 12 Aug 2015 23:36 WIB

SP3 Idham Samawi: KPK tak Bisa Ambil Alih, Masyarakat Bisa Menggugat

Rep: neni ridarineni/ Red: Taufik Rachman
Pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Johan Budi menyampaikan keterangan pers tentang penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/8).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Johan Budi menyampaikan keterangan pers tentang penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -  KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak bisa mengambil alih kasus korupsi dana hibah Koni Idham Samawi yang telah di SP3 Kejati DIY.

Hal itu dikemukakan Pimpinan KPK Sementara Johan Budi pada wartawan, usai diskusi Antikorupsi Mengawal Dana Desa Hingga ke Desa, di  Kepatihan Yogyakarta, Rabu petang (12/8).

Dia menanggapi pertanyaan wartawan tentang permintaan LSM yang meminta KPK mengambil alih kasus korupsi dana hibah KONI Idham Samawi

Menurut dia, SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) itu produk hukum yang sah mendasarkannya pada kewenangan yang ada di penegak hukum, apakah itu di kejaksaan atau di kepolisian. Kalau sudah di SP3 itu artinya perkara itu  menurut kejaksaan tidak cukup bukti-bukti yang terpenuhi.

‘’Kalau ada masyarakat yang mempersoalkan   SP3 itu (red.perkara Idham Samawi tentang korupsi dana hibah KONI di Bantul) ya  menggugat. KPK tidak bisa mengambil alih perkara yang sudah di SP3. Kalau pengambilalihan korupsi oleh KPK itu bukan kasus yang sudah di SP3,’’ kata Johan.    

Menurut dia, dalam pelantikan anggota DPR atau DPRD seperti halnya Mantan Bupati Bantul Idham Samawi yang sudah menjadi tersangka kemudian kasusnya telah di SP3 itu ada UU yang menangungi yakni UU Pemilu atau  Pilkada. ‘’Sepanjang dalam UU itu tidak dilarang, ya itu sah-sah saja. Kalau KPK hanya mengimbau dan kalau diakomodir oleh UU KPK tidak bisa melarangnya,’’tuturnya.

nangungannya  di UU Pemilu atau Idham Samawi yang kasusnya telah diSP3 itu naungannya di Undang-Undang Pemilu atau Pilkada kalau itu tidak melibatkan KPK karena itu kewenangan kejaksaan. Kalau berkaitan dengan Pilkada, anggota DPR atau DPRD yang terkena kasus korupsi bisa saja dilantik sepanjang dalam UU tidak ada larangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement