REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemotongan nilai tukar mata uang Cina, Yuan telah menyebabkan penurunan dolar Australia.
Bank Sentral Cina menurunkan nilai tukar resmi mereka sebesar 1,9 persen pada (11/8) yang menyebabkan kenaikan dolar AS dan jatuhnya banyak mata uang di Asia, termasuk Australia.
Sementara para eksportir biasanya mendapatkan keuntungan dari depresiasi mata uang Australia, sifat penurunan ini mungkin tak membawa manfaat kompetitif yang biasa dialami sektor pertanian Australia.
"Dampak lainnya yang disebabkan depresiasi yuan adalah menurunnya harga komoditas pertanian dalam dolar AS," ujar ahli strategi komoditas di Bank Commonwealth, Tobin Gorey.
Ia menerangkan, "Jadi ada sedikit keuntungan bersih bagi para eksportir produk pertanian Australia. Anda kehilangan sedikit pada harga global, tetapi mendapatkan beberapa keuntungan di mata uang."
Mengingat keadaan ekonomi Cina, Tobin mengatakan kemungkinan adanya pemotongan lain untuk nilai tukar dalam jangka panjang tak bisa dikesampingkan.
"Mungkin ini memperkuat pandangan kami sendiri dolar Australia akan turun lebih parah tahun ini. Kami melihat sekitar 70 sen pada akhir tahun ini," sebutnya.
Ia menambahkan, "Yang lain adalah dolar AS tak bisa dikesampingkan atau turun dalam konteks ini. Ia mungkin akan naik, yang merugikan harga komoditas pertanian dalam dolar AS. Jadi ada keuntungan dan kerugiannya.”
Tobin juga menyebut jika Cina mendevaluasi mata uangnya lebih jauh, maka biaya ekspor bisa membuat produk lokal lebih menarik bagi konsumen Cina.
Hannah Janson, seorang analis komoditas, mengatakan, mata uang Cina yang lebih murah akan membuat produk biji-bijian asal Australia yang diimpor menjadi lebih mahal, dibandingkan dengan harga biji-bijian lokal.
"Hal itu jelas memiliki potensi untuk memperluas penyebaran harga antara biji-bijian domestik asal Cina, terutama jagung, dan produk impor asal Australia yang bisa saja cukup untuk membuat beberapa konsumen Cina mengganti sumber makanan biji-bijian mereka," jelasnya.