REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko mengungkapkan ada gratifikasi seks dalam proses penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terutama, lanjut Sujanarko di daerah Timur Indonesia.
Direktur Pembinaan Jaringan Kerjasama Antarkomisi dan Instansi KPK itu sempat mengusulkan gratifikasi tersebut masuk dalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Pada kejadian itu (gratifikasi seks), masih koordinir tim pencari aset. Ketika saya lacak aset pejabat-pejabat dari Timur, mereka tidak punya aset, uangnya habis untuk foya-foya untuk minum dan perempuan," kata Sujanarko di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (26/8).
Namun, menurut Sujanarko, usulan tersebut tidak dilanjutkan karena menimbulkan polemik dan kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi. "Saat itu Singapura sedang hukum gratifikasi seks. Karena terjadi polemik luar biasa, saya jadi tahan diri," ujarnya.
Sujanarko juga menjelaskan perbedaan suap dan gratifikasi, karena keduanya memiliki makna yang berbeda. Menurut dia, tujuan suap ntuk mengatur agar seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. "Sementara gratifikasi itu pemberian dengan conflict of interest. Gratifikasi tidak selalu mendorong melakukan atau tidak melakukan sesuatu," kata Sujanarko.