REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua DPR Fahri Hamzah meminta UU KPK dievaluasi. Dia menilai KPK saat ini berjalan tidak sesuai dengan tupoksi dan lebih menonjolkan pencitraan daripada pemberantasan korupsinya.
"Pendirian saya sama, KPK memerlukan evaluasi yang komprehensif. Sehingga saya menganggap UU KPK itu jebakan bagi siapa saja untuk berlaku sewenang -wenang," kata Fahri, kepada wartawan di kompleks Parlemen, Selasa (1/9).
Fahri ingin meyakinkan dan memperingatkan presiden, serta teman -temannya di DPR, bahwa UU KPK akan menjebak siapapun. Menurutnya, orang yang sejak awal tidak punya nafsu dan kalem, begitu bekerja di KPK maka dia dijebak untuk mencari popularitas, menjadi otoriter, melanggar etika, melanggar HAM.
"Semua dikomplain, termasuk melanggar perundang-undangan tentang hukum acara," ujarnya.
Hal pertama yang harus dilakukan, kata dia, adalah evaluasi terhadap semua lini di KPK. Sebab jika tidak, Indonesia akan terjebak ke dalam lubang yang sama. Seperti friksi antara KPK dan lembaga-lembaga lain. "Ini pasti terjadi. Jadi sudahlah kalau tidak memungkinkan orang berlaku bijaksana, rendah hati dan sebagainya," tegasnya.
UU ini, lanjut Fahri, menciptakan orang yang sombong, belagu, petantang-petenteng, dan seolah-olah kewenangan yang diberikan adalah kewenangan pribadi. Padahal kalau membaca maksud dari UU-nya tidak seperti itu.
UU KPK menghendaki lembaga tersebut bersikap koordinatif, dan memahami negara dalam masa transisi, dan mengupayakan pencegahan terlebih dahulu. "Bukan seperti sekarang," ujarnya.