REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Puluhan aktivis di Kota Bengkulu mengenang 11 tahun kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir, Rabu (9/9) malam. Aksi dilakukan dengan menggelar malam apresiasi diisi pembacaan puisi, musik akustik hingga orasi.
Koordinator kegiatan Fevi Vandalis mengatakan, malam apresiasi bertema "Melawan Lupa" tersebut merupakan desakan aktivis bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla agar menuntaskan kasus kematian Munir.
"Dalang pembunuhan Munir masih bebas berkeliaran," katanya.
Kegiatan yang digelar di halaman Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu itu juga diikuti puluhan seniman. Mereka membacakan puisi yang juga didedikasikan untuk aktivis HAM lainnya.
Selain mengungkap dalang di balik kematian Munir, para aktivis juga mendesak pemerintah menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM lainnya antara lain Widji Thukul, Marsinah dan sejumlah aktivis 98.
Tidak hanya kejahatan HAM, para aktivis juga berorasi tentang kejahatan lingkungan dan hak-hak perempuan yang masih terjadi di wilayah Indonesia termasuk di Bengkulu. Dina dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu dalam orasinya mengatakan pemerintah harus menuntaskan kasus HAM sehingga demokrasi di Indonesia tidak terbelenggu.
Sosok Munir atau dikenal dengan Cak Munir, menurutnya telah menjadi simbol pejuang HAM yang menginspirasi banyak orang untuk terus menegakkan HAM. Selain menyampaikan apresiasi dalam bentuk lagu, puisi dan musik akustik serta orasi, para aktivis itu juga memanjatkan doa untuk arwah para aktivis HAM yang terbunuh itu.
Munir Said Thalib Al-Kathiri meninggal pada 7 September 2004 di usia 39 tahun. Saat menjabat Dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang karena diculik.