Selasa 15 Sep 2015 15:05 WIB

Pemerintah tak Punya Program Terukur, Masyarakat Kehilangan Harapan

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Esthi Maharani
Jumhur Hidayat
Jumhur Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan aktivis pergerakan Jumhur Hidayat mengatakan sumber persoalan bangsa adalah ketidakadilan ekonomi. Dia mengatakan pembangunan harus menghasilkan pemerataan lapangan kerja. Dengan begitu, kesejahteraan akan tercipta.

Mantan Ketua BNP2TKI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini melihat masyarakat tengah kehilangan harapan terhadap masa depannya. Hal ini karena pemerintah tidak memiliki program pemberdayaan masyarakat yang terukur dan terstruktur.

Pemerintah misalnya, kata Jumhur, tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi mahasiswa yang lulus menjadi sarjana. Alhasil masyarakat menjadi tidak produktif dan mudah terbakar emosinya.

“Problemnya adalah bagaimana membangun produktifitas rakyat tanpa terkecuali. Saat ini orang merasa tidak punya harapan, masa depannya gelap, sekolah tidak tahu mau kemana mencari kerja,” katanya, Selasa (15/9).

Ketua DPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira menyebut pemerintah belum mewujudkan kebijakan fiskal dan moneter yang berkeadilan. Dia mencontohkan saat ini pemerintah masih mengandalkan produk-produk mentah sebagai komoditi eksport. Padahal harga produk mentah sangat rentan terhadap resesi ekonomi global.

Selain itu, tambah Anggawira, perbankan Indonesia belum berpihak terhadap pengusaha-pengusaha kecil menengah. Dia mengatakan bank-bank di Indonesia kerap mengajukan syarat yang berat dan ruwet bagi pengusaha muda yang hendak mendapatkan pinjaman usaha. Tak jarang syarat-syarat yang diajukan tidak masuk akal.

“Misalnya neraca keuangannya mesti bertahan tiga tahun. Ini berat. Sehingga tidak ada mahasiswa yang jadi pengusaha. Bayar uang kos saja susah,” katanya.

Anggawira juga menyindir projek ambisius pemerintah yang tidak mencerminkan prinsip berkeadilan. Dia mencontohkan dari projek pengadaan listrik 35 ribu mega watt yang diinisiasi pemerintah sebanyak 20 ribu mega watt di antaranya dikerjakan di Pulau Jawa. Alhasil ada ketidakadilan ekonomi dalam pembangunan. Kesejahteraan yang terjadi di Pulau Jawa tidak terdistribusi ke daerah.

“Para aktivis harus bisa menguasai instrument-instrumen ekonomi yang ada,” seru Angga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement