REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi DPR RI sudah menyetujui draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang diusulkan komisi X. Padahal, dalam draf RUU itu, masuk satu pasal soal tembakau. Yaitu di pasal 37 tentang kretek sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.
Draf RUU Kebudayaan ini akan diajukan di rapat paripurna DPR RI pekan depan. Wakil Ketua Baleg, Totok Daryanto mengatakan, dalam pembahasan di internal Baleg kemarin, semua fraksi tidak ada penolakan terhadap munculnya pasal soal kretek ini. Namun, pasal soal kretek ini hanya soal kretek sebagai warisan cagar budaya.
"Di Baleg tidak ada yang keberatan, karena memang kretek itu salah satu cagar budaya juga," katanya pada Republika.co.id, Selasa (22/9).
Di pasal ini hanya mencantumkan kretek sebagai sebuah warisan cagar budaya. Soal aturan tembakau atau soal peredaran dan perlindungan masyarakat terhadap tembakau sudah ada UU yang akan dibuat untuk mengatur itu. Jadi pasal ini hanya akan menjadi penegasan identitas kretek sebagai salah satu cagar budaya Indonesia.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pasal kretek sebagai warisan cagar budaya beda dengan tembakau yang akan dibahas dalam RUU Pertembakauan. Di RUU Kebudayaan ini, kretek ditempatkan sebagai hasil kebudayaan.
Sedangkan, untuk tembakau sendiri, diatur dalam UU Pertembakauan. Namun, Totok mengakui pasti akan ada konsekuensi dari disahkannya pasal kretek sebagai warisan cagar budaya Indonesia ini.
Konsekuensi dari pasal ini salah satunya adalah keberadaan kretek akan dilindungi dan dilestarikan. Bahkan, sangat mungkin tembakau sebagai bahan baku kretek akan diperbanyak di Indonesia. Dengan kata lain, produksi rokok akan semakin banyak di Indonesia.
Menurutnya hal itu tidak masalah, sebab, saat ini Indonesia masih mengimpor tembakau. Kalau diperbanyak akan lebih bagus untuk ekonomi nasional. "Ya, ada konsekuensinya, tapi sekarang kita impor tembakau, kalau sekarang tembakau itu juga impor kan lebih bagus (dilestarikan)," ujarnya.
Dalam pengalaman pengajuan draf RUU di rapat paripurna, imbuh Totok biasanya tidak pernah ada penolakan. Sebab, proses untuk menjadi sebuah UU masih panjang. Setelah disetujui rapat paripurna sebagai draf RUU inisiatif DPR, akan diserahkan ke Badan Musyawarah (Bamus).
Dari Bamus akan diserahkan ke panitia khusus (pansus) untuk pembahasan lintas komisi atau panitia kerja untuk diserahkan di komisi. Kemungkinan, draf RUU ini akan diserahkan ke komisi X untuk dilakukan pemahasan. Jadi, draf ini sangat mungkin masih bisa diubah dari draf awalnya menjadi UU yang disetujui dengan pemerintah.
"Draf ini belum final, hanya final sebagai draf, setelah itu baru pembahasan dengan pemerintah, nanti masih banyak yang bisa diubah, kan masih panjang," tegasnya.