Rabu 23 Sep 2015 09:00 WIB

'Butuh Strategi Jitu Putus Mata Rantai Jaringan Terorisme'

Sejumlah petugas polisi berpakaian preman menjaga ketat dua tahanan kasus terorisme Abdul Rofiq alias Rofiq (ketiga kiri) dan Joko Purwanto alias Joko (kedua kanan) di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (15/9).
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah petugas polisi berpakaian preman menjaga ketat dua tahanan kasus terorisme Abdul Rofiq alias Rofiq (ketiga kiri) dan Joko Purwanto alias Joko (kedua kanan) di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks teroris dan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) Australia Abdul Rahman Ayyub menyatakan dibutuhkan strategi jitu untuk memutus mata rantai jaringan terorisme.

"Jangan meremehkan masalah strategi karena pelaku terorisme selalu berbekal strategi, taktik, dan berbagai cara licik untuk propaganda maupun aksinya," kata Abdul Rahman di Jakarta, Selasa (22/9).

Menurut dia, ada beberapa strategi yang harus dikedepankan dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Ia menyarankan agar dilakukan kerja sama dengan negara-negara yang berbatasan dengan negara konflik.

"Untuk mencegah masuknya orang-orang kita ke Irak dan Suriah guna bergabung dengan ISIS, harus ada kerja sama pengawasan perbatasan dengan Turki dan Yordania," kata eks anggota NII Aceh itu.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah Indonesia harus memperkuat penjagaan perbatasan. Menurutnya, penyebaran jaringan terorisme akan lebih mudah dan subur bila wilayah-wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara-negara tetangga sangat longgar.

Di samping itu, pemerintah bisa memanfaatkan para mantan teroris yang sudah kooperatif hasil program deradikalisasi atau penyadaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan pemetaan.

"Tidak sedikit orang seperti saya yang sudah sadar dan punya pengalaman dalam hal ini," kata Abdul Rahman.

Abdul Rahman juga meminta pemerintah, tidak hanya BNPT, tetapi seluruh lembaga terkait, agar memiliki kepedulian terhadap mantan teroris yang sudah sadar. Menurut dia, para mantan teroris ini memiliki solidaritas dan ikatan emosional tinggi serta kenangan saat masih mengikuti pelatihan militer maupun di medan perang.

"Mereka perlu dirangkul dan diberikan penyadaran untuk kembali setia dan mengabdi kepada NKRI," kata dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement