REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. MK memutuskan daerah dengan hanya calon tunggal dapat melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pada Desember 2015 mendatang.
"Mahkamah Konstitusi menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/9).
Hakim MK menilai Undang-Undang telah mengamanatkan Pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Untuk itu, menurut Arief, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat.
Dalam sidang putusan, MK juga menimbang perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum. Hakim Suhartoyo mengatakan hal itu dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada.
Menurut Suhartoyo, syarat mengenai jumlah pasangan calon itu akan berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih. "Menimbang hak untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera aturan paling sedikit dua pasangan calon. Pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada satu pasangan calon," ujar hakim Suhartoyo.
Sebelumnya, permohonan tersebut diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Para pemohon merasa hak konstitusional pemilih dirugikan apabila pemilihan kepala daerah serentak di suatu daerah mengalami penundaan hingga 2017. Pasalnya, UU Pilkada mengatur bahwa syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti oleh dua pasangan calon kepala daerah.