REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Penutupan tambang-tambang pasir ilegal di pesisir selatan Lumajang pascatewasnya petani penolak tambang Salim Kancil (46 tahun) diharapkan berjalan konsisten. Telah terjadi beberapa kali sebelumnya, tambang bermasalah hanya ditutup beberapa pekan atau bulan, lalu berlanjut kembali beroperasi karena kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Lumajang Abdul Muis berpendapat, pentutupan jangan abu-abu alias masuk angin.
"Kita sudah sering aksi, kita pernah demo tahun 2013 karena kasus banyaknya kecelakaan di sekitar lokasi tambang. Tambang sempat ditutup sementara, mereka bilang ditertibkan, tapi operasi lagi," ujar Muis ketika mengunjungi keluarga Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar, Rabu (30/9).
Menurut Muis, penganiayaan terhadap dua warga penolak tambang, Salim Kancil dan Tosan tidak berperikemanusiaan dan tidak boleh terjadi lagi. Seharusnya, kata Muis, kejadian tersebut bisa dihindari.
"Anehnya aparat tidak mengantisipasi Padahal warga sudah melaporkan adanya ancaman. Sejak awal sudah diketahui," kata Muis yang datang bersama rombongan memberikan bantuan perlengkapan sekolah dan santunan untuk anak bungsu Salim Kancil, Dio (13 tahun).
Agar kasus serupa tidak terjadi, menurut Muis, pemerintah harus menghentikan aktivitas penambangan pasir di pesisir, karena lebih banyak mendatangkan kerugian baik secara sosial maupun lingkungan.